Menulis Ulang Naskah Kehidupan

"Dulu waktu kecil, cita-cita Ayah apa?" tanya si bungsu kepada saya suatu hari.

"Cita-cita Ayah gonta-ganti. Pernah Ayah pengen jadi pemadam kebakaran, pilot pesawat tempur, pebalap motor... banyaklah," jawab saya.

"Berarti Ayah gak berhasil ya? Kok sekarang kerjanya di Kementerian Keuangan?" lanjutnya.

"Bukan gak berhasil, tapi kadang-kadang cita-cita kita bisa berganti seiring waktu. Sekarang Adik pengen jadi polisi, bisa jadi beberapa tahun lagi Adik pengen jadi pemain bola. Yang penting sekarang Adik belajar yang rajin dan nabungnya banyakin!" saya coba memberikan jawaban sesederhana mungkin agar bisa dipahami oleh anak usia 7 tahun.


Tentang Keluarga

Momen-momen berharga seperti pernikahan, kelahiran anak, dan lika-liku kehidupan menjadi orang tua benar-benar membuka kembali mata saya bahwa naskah kehidupan bisa ditulis ulang. Bukan bermaksud menentang takdir tapi ini semacam ikhtiar yang memang layak untuk dilakukan. Jika tadinya saya hanya ingin menjalani hidup seadanya maka saat ini saya selalu mempertimbangkan baik dan buruknya sesuatu, khususnya konsekuensinya untuk keluarga saya. Tak bisa lagi bersikap egois dan menantang nyali diri, karena kini apapun yang saya lakukan akan menjadi role model bagi anak-anak. Tak bisa lagi serampangan dalam mengeluarkan uang jika ingin anak-anak belajar hidup sederhana. Tak bisa lagi berkata seenaknya jika tak ingin anak-anak menjadi sarkastis.

Menghabiskan waktu sesering mungkin bersama keluarga kini menjadi prioritas tertinggi saya. Saya telah kehilangan banyak momen bersama dengan orang tua dan saudara-saudara kandung karena saya menghabiskan lebih dari separuh masa hidup saat ini dengan tinggal berjauhan dari mereka. Saya menyadari bahwa hal yang sama bisa saja terulang, meski dengan peran yang berbeda: saat akhirnya nanti anak-anak harus menjalani hidup mereka dengan mandiri dan mungkin jauh dari kami—orang tuanya. Oleh karena itu, mengukir kenangan dan menjalani hidup sepenuhnya di saat ini menjadi sebuah keharusan. Bagi Anda yang juga menjalani peran sebagai orang tua, saya yakin melihat pertumbuhan dan perkembangan anak-anak menjadi sebuah pengalaman yang unik: di satu sisi ia sangat menyenangkan, namun di sisi lain juga mengharukan. Namun yang manapun dominan, tetap saja itu merupakan pengalaman hidup yang membuka mata.

Friezcen Family - Lumera Bistro Tanjung Selor

Tentang Karier

Anak saya mungkin belum bisa memahami konsep kehidupan dan belum dipusingkan dengan upaya-upaya kita membuat hidup lebih bermakna, dan beberapa hal yang paling penting dalam hidup harus diperjuangkan mati-matian. Namun yang ingin saya tekankan adalah bahwa kita boleh mengubah haluan dan arah tujuan kita dalam menjalani hidup.

Seiring dengan bertambahnya usia dan pengalaman, perspektif kita tentang dunia bisa saja berubah. Apa yang kita anggap penting di masa lalu, bisa jadi kini tidak lagi bernilai. Apa yang kita miliki saat ini bisa jadi akan kehilangan nilainya di masa depan. Tak ada yang kekal di dunia. Tugas kita sebenarnya hanya memanfaatkan sebaik mungkin dan memberikan makna terbaik dalam setiap momen.

Dahulu saya ingin menjadi pemadam kebakaran karena menganggap seorang petugas pemadam sangat keren saat beraksi memadamkan api, sambil memakai helm dan masker oksigen keren, membopong tabung pemadam api sambil menerobos masuk ke dalam sebuah bangunan yang berkobar dilalap si jago merah. Atau pilot jet tempur yang bermanuver di ketinggian langit, kemudian saat mendarat ia akan disambut oleh begitu banyak kru darat yang selalu siap melayani kita. Di saat yang lain, saya ingin mengenakan wearpack saya, mengendarai motor balap dengan kecepatan tinggi, menikung sambil merebahkan badan. Saat itu, itulah impian saya. Itulah naskah yang coba saya tulis dan wujudkan dalam hidup, semuanya mengakomodasi pemujaan berlebihan saya pada aliran adrenalin. Namun kini, tampil keren dan mengambil risiko berlebihan tak terlalu penting bagi saya karena ada tiga kepala lain yang tinggal serumah dan menjadi pusat kehidupan saya.

Semakin beranjak dewasa, harusnya kita semakin menyadari bahwa sebagai manusia, kita tidak akan pernah bisa memenuhi setiap keinginan kita yang tiada habisnya dengan waktu yang sangat terbatas. Maka dari itu, kita perlu menyusun skala prioritas. Hal-hal yang paling bernilai harus ada di urutan teratas. Seiring berjalannya waktu dan bertambah usia, kita akan menjadi semakin matang dalam memilah hal-hal yang baik dan yang yang buruk. Anak usia 7 tahun belum memahami konsep ini, di pikirannya yang masih polos itu, ia hanya ingin menjalani hidupnya dengan bermain dan bercita-cita menjadi polisi karena ingin memegang pistol dan menangkap penjahat. Saat ini, hanya itulah prioritasnya. Tanggung jawabnya masih sederhana, belum mengarah pada kesejahteraan orang lain.

Si bungsu benar, saya kini berkarier di Kementerian Keuangan, tanpa ada kokpit, tanpa ada wearpack, dan sebagainya. Bukannya saya gagal, hanya bersikap realistis. Bagaimanapun takdir kehidupan telah membawa saya sejauh ini. Jika direnungkan kembali, tak pernah ada kegagalan dalam jalur kehidupan saya. Lika-liku perjalanan karier selama lebih dari 20 tahun di Kementerian Keuangan mencatatkan banyak cerita kehidupan dan memberikan pelajaran yang tak kalah banyaknya. Ini tempat saya mengembangkan diri, tempat saya menjalani peran dan memberikan kontribusi bagi lingkungan saya. Dari pekerjaan ini saya juga mampu menafkahi keluarga saya. Apalagi kini, saya juga memiliki tanggung jawab dan peran mengeluarkan potensi terbaik staf yang berada di bawah kepemimpinan saya. Ya, kini semua selalu melibatkan orang lain, karena saya percaya bahwa manusia yang paling bernilai adalah mereka yang bisa memberikan manfaat bagi kehidupan orang lain, khususnya orang-orang terdekatnya.

Tulisan terkait: Takdirmu Tidak Akan Melewatkanmu


Tentang Finansial

Tepat di akhir tahun 2024 lalu, saya berhasil mewujudkan salah satu resolusi finansial saya, yaitu mencapai jumlah nominal tertentu dalam portofolio seluruh instrumen investasi saya di pasar modal. Sebagian dari investasi saya gunakan sebagai kendaraan finansial untuk membiayai pendidikan anak-anak sekaligus waris. Saat anak-anak saya dewasa nanti, saya berencana mengalihkan seluruh uang hasil tabungan dan investasi mereka ke rekening mereka masing-masing.

Meskipun saat ini saya sudah sepenuhnya sadar finansial dan termasuk melek literasi keuangan, namun bisa dibilang saya juga terlambat menyadari arti pentingnya pendidikan keuangan, termasuk telat berinvestasi di instrumen pasar modal. Saya yang muda akan dengan mudahnya menghamburkan uang di tempat hiburan, tongkrongan, dan berfoya-foya memenuhi gaya hidup saya yang mengusung prinsip YOLO—hidup hanya sekali. Namun beberapa momen dalam kehidupan memang bisa menggiring pemikiran dan mengubah perspektif kita akan kehidupan itu sendiri.

Kini, setiap bulan saya menyisihkan sebagian penghasilan saya ke instrumen investasi, termasuk menambah saldo investasi yang ditujukan untuk biaya pendidikan anak-anak. Mereka sendiri juga rutin menyetorkan tabungan uang sakunya kepada saya setiap akhir bulan untuk ditambahkan pada instrumen reksa dana dan Surat Berharga Negara (SBN) yang sudah saya kurasi untuk masing-masing anak. Walaupun masih berusia 10 dan 7 tahun, anak-anak saya sudah bisa membiayai sekolah dan membeli keinginannya sendiri. Biasanya saya dan istri membuat kesepakatan dengan anak-anak apabila kami berencana liburan ke luar kota, saya akan mencairkan sebagian instrumen investasi anak-anak untuk mereka gunakan sebagai tambahan uang saat ingin membeli keperluan atau keinginan saat berlibur, termasuk apabila mereka ingin mencoba wahana tertentu. Dengan cara ini, anak-anak juga belajar untuk mengelola uang pribadi dan pastinya mereka memiliki rasa bangga dan kepuasan tersendiri serta memiliki kesadaran bahwa dengan menabung dan berinvestasi, mereka bisa lebih mudah untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan mereka tanpa menyusahkan orang tua. Saat mereka dewasa nanti, mereka bisa memiliki dan mengelola sepenuhnya dana investasinya masing-masing.

Demikian juga dengan istri saya. Kini ia memiliki rekening dan akun khusus untuk berinvestasi, khususnya di instrumen reksa dana dan SBN ritel. Setiap kali ada penerbitan SBN ritel—khususnya yang berjenis syariat—dia akan menyisihkan sebagian dari tabungannya untuk membeli. Tidak perlu banyak, yang penting konsisten.

Pastinya kami memiliki beberapa tujuan keuangan besar yang masih belum tercapai, namun kami optimis karena berada di jalur yang benar untuk mengakumulasi aset dan kekayaan. Dengan disiplin, komitmen dan konsistensi, kami percaya semua tujuan akan tercapai.

Tulisan terkait: ASN Juga Harus Melek Keuangan Pribadi


Tentang Pribadi

Saat tulisan ini diterbitkan, saya berusia 41 tahun, kalau kata Five for Fighting di lagunya 100 Years, maka usia saya saat ini menjelang krisis. Entah apa maksudnya, mungkin krisis paruh baya. Namun saya tidak melihat perubahan perspektif ini sebagai sebuah krisis, melainkan sebuah ilham. Saya yang sekarang memandang kehidupan bukan lagi sebuah 'penghukuman' atau jalur yang sekadar dilalui, namun sebuah ujian sekaligus berkah yang mesti disyukuri sekaligus diperjuangkan.

Saya jadi kurang begitu tertarik dengan kehidupan di luar rumah. Selepas jam kerja berakhir, saya biasanya akan langsung pulang, menemui keluarga dan 'anabul'—anak bulu—kesayangan. Setelah beristirahat sejenak, santap malam, saya biasanya menyempatkan untuk bercengkerama bersama anak-anak dan membaca buku. Menjelang tidur, barulah saya dan istri akan melakukan 'deep talk'. Mungkin terkesan monoton dan membosankan, tapi saat ini tidak ada yang lebih memberikan ketenangan selain menghabiskan waktu dengan melakukan hal-hal yang saya nikmati dan dalam keheningan.

Jika dulu di masa muda, saya akan menghabiskan akhir pekan dengan sepenuhnya menghibur diri: menonton film, main gim di konsol PlayStation 3 saya, atau memasang musik heavy metal dengan volume yang dijamin bisa membuat tetangga menjauh, lalu di malam hari saya akan begadang hingga dini hari bersama dengan rekan-rekan komunitas motor atau penggila bola. Kini, percakapan receh hanya akan membuang waktu dan energi. Saat ini, justru saya merasakan ketenangan pagi hari di akhir pekan dengan ritual membaca buku sambil menyeruput kapucino hangat buatan istri... Baiklah, saya akui, kadang-kadang masih melibatkan musik heavy metal... dan juga pertandingan sepak bola tim favorit saya!

Jika saya bisa kembali ke masa lalu dan bertemu dengan versi muda diri saya yang egois dan hanya ingin memuaskan ego, saya yakin ia akan keheranan tak percaya ia bisa berubah di masa depan. Saya dulu tak memedulikan orang lain, gampang tersulut emosi, dan temperamen. Itu semua karena saya hanya berpikir jangka pendek, seperti sudah saya tuliskan di atas, YOLO.

Tulisan terkait: Sekelumit Cerita Lama tentang kenakalan


Kesimpulan

Tidak apa mengalami kegagalan selama kamu bisa mengambil hikmah. Bahkan, kegagalan bukanlah sebuah kegagalan jika ia dapat memberikan kita makna tersendiri. Ingatlah, kita semua dibentuk melalui pengalaman-pengalaman kita di masa lalu, perilaku kita di masa kini, dan pemikiran kita untuk masa depan. Hidup bukan hanya tentang memuaskan ego dan ambisi, melainkan juga memberi nilai. Hidup juga harus mengalir, jangan terpaku pada satu momen. Selayaknya prioritas kita memang berubah seiring berjalannya waktu. Seperti kata Viktor Frankl dalam bukunya Man's Search for Meaning, "Manusia mampu mengubah ke arah yang lebih baik jika dimungkinkan dan untuk mengubah dirinya ke arah yang lebih baik jika dibutuhkan."

Tulisan terkait: Seandainya Dahulu Saya ... (Sebuah Penyesalan)

Tidak apa mengubah jalur dan naskah saat menjalani hidup. Ini bukan kegagalan, melainkan membuka pikiran. Ini juga bukan pesimis, melainkan bersikap realistis.

Komentar

  1. Keren tulisannya, inspiratif, penting direnungkan

    BalasHapus

Posting Komentar

Setiap bentuk penyalinan (copying) blog ini harus menyertakan link/URL asli dari Blog CECEN CORE.

Postingan populer dari blog ini

Ada Cerita di Balik Secangkir Kopi Lintong dan Bolu Labu di Omerta Koffie

Seandainya Dahulu Saya ... (Sebuah Penyesalan)

Kawasaki Ninja 150R EVILution Edition by CECEN CORE