Selamat Ulang Tahun ke-25, Epi Friezta Dewi Hasibuan

Saat pertama kali mengenalnya, gadis itu masih menjejakkan kakinya di bangku Sekolah Menengah Pertama. Setiap hari dia selalu pergi ke sekolah dengan diantar oleh ayahnya. Gadis itu tinggal di sebelah rumah kontrakan yang saya tinggali bersama keempat kawan sekantor. Saat itu tahun 2003, kami berlima adalah rekan seangkatan yang baru saja dimutasikan sebagai CPNS di Kota Medan. Hampir setiap pagi, saya berpapasan dengan gadis itu. Tapi dikarenakan perbedaan usia yang relatif jauh—8 tahun, jadi tak ada perasaan apapun, bahkan kami cenderung membuang muka. Di satu sisi, saat itu saya tak mau ambil pusing dengan kehidupan saya, termasuk tak peduli apa kata orang. Di sisi lain, si gadis juga merasa ‘jijik’ dengan keangkuhan saya. Kalau kata anak muda di sekitaran ibu kota sana, “siapa lu, siapa gue!

Seiring waktu, keadaan pun merubah pola pikir dan kebiasaan kami. Saya menjadi lebih terbuka dan mulai menyadari bahwa hidup bukan sekedar memuaskan ego saya atau sak enak dengkulku. Si gadis juga tumbuh menjadi sosok remaja yang cantik. Kami juga sudah mulai menyapa. Say hello, hanya sebatas itu karena kami sama-sama memiliki pasangan masing-masing. Saya dengan adik kelas saya di bangku kuliah, sedangkan si gadis dengan cinta monyetnya di bangku sekolah.

Entah bagaimana ceritanya, cinta saya dengan si adik kelas kandas di tengah jalan dengan sedikit bumbu drama yang menyertai. Tiba-tiba saja si gadis tetangga yang saat itu duduk di bangku kuliah menjadi pasangan saya selanjutnya. Alasannya gampang saja, saat hidup saya berada di titik terbawah, dia selalu ada mendampingi saya memberikan semangat, termasuk saat dia berpacaran dengan saya selama sekitar empat tahun. Selama itu dia selalu menunjukkan kesabaran yang luar biasa menghadapi tingkah-tingkah saya yang sangat susah diatur, sembrono, serampangan, dan cenderung hedonis. Keteguhannya membuat saya jatuh cinta padanya karena saya yakin dia yang terbaik untuk saya, dia telah membuktikan banyak hal. Usianya memang relatif terlampau jauh dengan saya, tetapi terbukti usia tidak menentukan ukuran kedewasaan pikir dan perilaku seseorang.

Gadis itu kemudian saya nikahi tahun 2013 lalu. Tulisan ini dibuat tepat pada saat istri saya berusia 25 tahun, usia perak, kata orang. Istri saya masih muda, tapi dia tidak lagi canggung bercengkerama dengan rekan-rekan kerja wanita di lingkungan kantor saya yang berusia jauh lebih tua, juga dengan istri rekan-rekan dan kolega saya yang juga mayoritas lebih tua darinya. Saat ini kami dikaruniai seorang putri cantik berusia hampir dua tahun (tepatnya 21 bulan) yang juga luar biasa aktif seolah energinya melimpah ruah.

Kini, tak ada pemandangan yang lebih indah dan menyejukkan hati selain melihat kedua bidadari saya tersenyum, khususnya saat si kecil menyalami ibunya selepas shalat, mencium tangan ibunya kemudian saling mendaratkan ciuman lembut di kedua pipi, dahi, hidung, dan bibir mungil masing-masing. Saya pikir lengkaplah sudah kehidupan saya, termasuk istri yang di usia peraknya kini telah memiliki seorang putri yang cerdas.

Selamat ulang tahun istriku! Semoga engkau selalu diberikan kesehatan, sehingga aku dan anak kita selalu bisa mendapatkan kasih sayangmu yang terbaik.

Selamat ulang tahun, bidadariku! Semoga engkau selalu mendapatkan yang terbaik dalam hidupmu, sehingga engkau akan selalu menjalani hidup ini dengan penuh semangat, bersama denganku dan anak kita.

Selamat ulang tahun, belahan jiwaku! Semoga usiamu senantiasa diberkahi, sehingga engkau akan memahami makna-makna yang diajarkan oleh hidup. Pada akhirnya kau selalu menjadi insan yang penuh rasa syukur.

Selamat ulang tahun, ratu di rumahku! Semoga engkau selalu dilimpahkan dengan rezeki dan berbagai kenikmatan, sehingga engkau selalu ingat bahwa harta terindah adalah keluarga dan nikmat terindah adalah senyuman dan kebahagiaan dalam keluarga.

Selamat ulang tahun, ibu dari anakku! Semoga usiamu dipanjangkan agar bisa selalu mendidik anak kita, membekalinya dengan pengalaman dan harta hidup terbaik: nurani dan kesabaran. Termasuk tak berhenti menjadi panutanku untuk memendam ego.

Aamiin…!!!

Tak ada kue ulang tahun di hari ini, juga tak ada lilin sebagai pelengkap seremonial semu. Semua kado terindah ada di hadapanmu, istriku! Ehem, padahal sepulang kantor dia sudah siap menagih kado yang sudah saya janjikan sebelumnya.



Selamat ulang tahun ke-25, Epi Friesta Dewi Hasibuan!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

27 Oktober: Hari Blogger Nasional

Cerita Liburan Long Weekend di Kota Bandung Bersama Keluarga

Seandainya Dahulu Saya ... (Sebuah Penyesalan)