Pernikahan Arisandy Joan Hardiputra, S.E.dan Epi Friezta Dewi Hasibuan, S.H.
"Saya terima nikah Epi Friesta Dewi Hasibuan, maharnya satu setengah gram emas dan lima ratus ribu rupiah tunai."
Sepenggal kalimat di atas adalah ijab kabul saya sekaligus sebagai ikrar dan janji kepada pasangan dan keluarganya untuk selalu menyayangi, melindungi, mendampingi, serta menjaga pasangan sebagai pendamping hidup selamanya. Tanggal 24 Maret 2013, tepatnya pukul 09.20 WIB, saya dan pasangan secara legal dan halal telah disahkan sebagai pasangan suami-istri.
Sebenarnya rencana saya untuk menikahi pasangan sudah ada sejak tahun lalu, bahkan kami sudah sempat mengutarakan niat mulia tersebut kepada kedua orang tua, namun berbagai kendala dan ketidaksiapan—terutama dari segi psikologis dan perspektif—membuat rencana saya itu belum juga terealisasi, meskipun berbagai barang untuk hantaran telah kami persiapkan jauh hari sebelumnya. Pelecutnya adalah terbitnya SK mutasi dari instansi tempat saya bekerja yang mengharuskan saya meninggalkan Kota Medan yang selama hampir se-dekade saya tinggali dan harus melanjutkan karier di Kota Banda Aceh. Mau tak mau, saya bertekad untuk menikahi pasangan sebelum pindah. Awalnya kami memilih tanggal 10 Maret 2013 untuk menikah, bertepatan dengan hari ulang tahun pasangan ke-22, namun di tanggal tersebut, gedung yang telah kami pilih sebagai lokasi acara telah full booked. Akhirnya rencana pun mundur ke tanggal 24 Maret 2013, sedangkan hantaran dan lamaran dilangsungkan dua hari sebelumnya.
Baca juga blog saya berjudul: Berusaha Melanjutkan Hidup Pasca Mutasi ke Kota Banda Aceh
Baca juga blog saya berjudul: Berusaha Melanjutkan Hidup Pasca Mutasi ke Kota Banda Aceh
Sejak tanggal 18 Maret 2013, saya telah mengambil cuti selama dua minggu dari kantor. Sedangkan keluarga saya datang ke Kota Medan melalui bandara Polonia tanggal 20 Maret 2013. Sejak kedatangan mereka, keadaan rumah saya sama sekali berbeda dari sebelumnya, saya tak merasa kesepian lagi. Keceriaan mereka selalu siap menemani saya, terutama si kecil Akbar—keponakan saya berusia tujuh bulan. Momen kebersamaan seperti ini sangat berarti bagi saya yang telah hidup terpisah dari keluarga sejak lulus SMU. Setelah dinyatakan lulus ujian masuk Program Diploma I Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) tahun 2001 silam, saya harus hidup mandiri sebagai anak kos, tepatnya di Cimahi, Jawa Barat.
Jumat malam (22/4/2013), prosesi hantaran dan lamaran dilangsungkan di rumah keluarga pasangan. Malam itu saya mengenakan batik berwarna hijau, senada dengan warna gaun pasangan. Kebetulan kami berdua adalah penggemar warna hijau. Konsep Serba Hijau juga kami jadikan tema untuk acara pernikahan. Namun sayangnya, sesuai tradisi, kedua calon mempelai tidak dibolehkan mengikuti rangkaian proses hantaran dan lamaran yang dilakukan oleh kedua pihak keluarga. Pasangan saya menunggu di dalam kamarnya, sedangkan saya menunggu di luar rumah. Momen hantaran dan lamaran ini sekaligus menjadi kesempatan untuk menjalin silaturahmi secara langsung antara kedua keluarga. Setelah proses selesai dan lamaran diterima, barulah kedua calon mempelai dipertemukan. Proses malam itu ditutup dengan doa dan makan malam bersama.
Baca juga blog saya berjudul: Ultah ke-21 Pasangan Saya & Peresmian NINJA OWNERS CLUB (NOC) MEDAN: BONEK, PERSEBAYA, Kawasaki Ninja, dan Semua yang Serba Hijau di Kehidupan Saya.
Esok harinya (23/4), tak banyak kegiatan yang kami lakukan, karena memang kami sengaja mengosongkan jadwal kegiatan berat dan memfokuskan diri untuk beristirahat mempersiapkan kondisi fisik dan kesehatan untuk hari pernikahan. Malam itu saya dan pasangan hanya dijadwalkan untuk fitting pakaian yang akan kami gunakan untuk akad nikah dan resepsi. Setelahnya, kami menuju ke Aula Universitas Al Washliyah (Univa) Medan—lokasi dilangsungkannya acara—untuk sekadar melihat-lihat, melakukan inspeksi dan pemeriksaan terakhir, memastikan bahwa semua telah dipersiapkan dengan benar dan sesuai pada tempatnya. Setelahnya, benar-benar kami gunakan untuk beristirahat. Bahkan malam itu, saya sudah menjelajah ke alam mimpi saat jarum jam masih menunjuk angka 9.
Baca juga blog saya berjudul: Ultah ke-21 Pasangan Saya & Peresmian NINJA OWNERS CLUB (NOC) MEDAN: BONEK, PERSEBAYA, Kawasaki Ninja, dan Semua yang Serba Hijau di Kehidupan Saya.
Esok harinya (23/4), tak banyak kegiatan yang kami lakukan, karena memang kami sengaja mengosongkan jadwal kegiatan berat dan memfokuskan diri untuk beristirahat mempersiapkan kondisi fisik dan kesehatan untuk hari pernikahan. Malam itu saya dan pasangan hanya dijadwalkan untuk fitting pakaian yang akan kami gunakan untuk akad nikah dan resepsi. Setelahnya, kami menuju ke Aula Universitas Al Washliyah (Univa) Medan—lokasi dilangsungkannya acara—untuk sekadar melihat-lihat, melakukan inspeksi dan pemeriksaan terakhir, memastikan bahwa semua telah dipersiapkan dengan benar dan sesuai pada tempatnya. Setelahnya, benar-benar kami gunakan untuk beristirahat. Bahkan malam itu, saya sudah menjelajah ke alam mimpi saat jarum jam masih menunjuk angka 9.
Minggu (24/03), pukul 05.30 WIB saya dan ibu bergegas menuju ke rumah keluarga pasangan untuk didandani. Tak lupa, kru dari JM Studio mendokumentasikan segala persiapan awal, termasuk saat proses make up. JM Studio jugalah event organizer yang kami percayai untuk mengerjakan sesi foto pre-wedding kami, termasuk dokumentasi foto dan video pernikahan.
Baca juga blog saya berjudul: Sesi Pemotretan Pre-Wedding Arisandy Joan Hardiputra dan Epi Friezta Dewi Hasibuan.
Pagi itu, saya dan pasangan mengenakan kostum berwarna turquoise (gradasi warna hijau-biru) untuk akad nikah. Saya duduk menghadap sebuah meja kecil, penghulu duduk di samping, serta ayah pasangan duduk di sisi seberang saya. Proses dibuka dengan serangkaian kata pengantar dari penghulu dan omong kosong lainnya yang sukses membuat kaki saya kesemutan, sebelum akhirnya lanjut ke ijab kabul. Hanya perlu sekali pengucapan ijab kabul dari saya sebagai lambang ketegasan dan keseriusan untuk menikahi pasangan. Tak lama kemudian saat penghulu menanyakan keabsahan kepada keluarga dan para hadirin, terdengar serentak jawaban, "Sah." Alhamdulillah, saya telah menjadi suami untuk seorang wanita yang sangat saya cintai sepenuh hati. Selepas ijab kabul, sesuai permintaan istri, saya membacakan Sighat Taklik: Semacam janji tertulis yang ditandatangani dan dibacakan oleh suami setelah selesai prosesi akad nikah di depan istri, orang tua/wali, penghulu, saksi-saksi, dan para hadirin. Intinya adalah jika sewaktu-waktu saya:
- Meninggalkan istri saya selama dua tahun berturut-turut;
- Atau saya tidak memberikan nafkah wajib kepadanya selama tiga bulan lamanya;
- Atau saya menyakiti badan/jasmani istri saya;
- Atau saya membiarkan (tidak memperdulikan) istri saya enam bulan lamanya,
kemudian istri saya tidak ridho dan mengadukan halnya kepada Pengadilan Agama, dan pengaduannya dibenarkan serta diterima oleh pengadilan tersebut, dan istri saya membayar uang sebesar Rp.10.000,- (sepuluh ribu rupiah) sebagai iwadl (pengganti) kepada saya, maka jatuhlah talak saya satu kepadanya.
Saya mengucapkan Ijab Kabul |
Saya membacakan Sighat Taklik sesuai permintaan istri |
Setelah membaca dan menandatangani Sighat Taklik, penghulu kembali menyampaikan nasihat-nasihat pernikahan sebelum menutup acara dengan doa bersama. Setelahnya, beliau mohon diri meninggalkan lokasi. Selepas penutupan dan doa bersama, saya dan istri bak selebriti dadakan yang melayani berbagai permintaan foto dan video dengan berbagai macam pose, sebelum melanjutkan ke rangkaian acara resepsi yang melelahkan.
Untuk resepsi pernikahan, saya dan pasangan mengenakan tiga pasang pakaian: Pertama adalah pakaian adat Mandailing berwarna merah, mewakili suku keluarga istri; kemudian pakaian adat Jawa berwarna hitam-hijau, mewakili suku keluarga saya; dan terakhir adalah saya mengenakan setelan jas pribadi, sedangkan istri mengenakan kebaya berwarna hijau. Prosesi resepsi dimulai dengan iringan saya dan keluarga berjalan memasuki gedung, kemudian disambut oleh keluarga istri yang diwakili ibunda pasangan yang mengalungkan kain ulos kepada saya sebagai simbolis bahwa saya telah diterima dalam keluarga istri. Selanjutnya, setelah diantar menuju pelaminan, acara dilanjutkan dengan prosesi Tepung Tawar: sebuah tradisi adat Melayu di mana kedua mempelai ditaburi bunga-bunga, diolesi dengan tepung beras, dan dipercikkan dengan air. Prosesi Tepung Tawar ini hanya dilakukan oleh keluarga besar dan orang-orang dekat kedua mempelai. Pastinya merupakan pengalaman baru untuk keluarga saya. Momen ini juga merupakan kesempatan bagi saya untuk mengenal keluarga besar istri. Arti dari prosesi Tepung Tawar sendiri saya kurang memahami, namun dari referensi yang saya baca, merupakan simbolisasi dan semacam doa atau pengharapan agar rumah tangga selalu damai, tenang, nama baik/reputasi selalu harum, dan banyak rezeki, serta dikaruniai keturunan yang sehat. Aamiin!
Prosesi Tepung Tawar oleh kedua orang tua, abang, & kakak ipar saya |
Untuk acara resepsi, waktu acara dan penyambutan tamu undangan kami batasi dari pukul 11.00 WIB sampai dengan 17.00 WIB mengingat ada batas waktu sewa gedung. Walaupun ada batasan waktu, tetap saja kami kelelahan dan bosan hanya duduk menunggu di pelaminan sambil sesekali menyambut salam dan jabat tangan dari para tamu undangan, serta bergaya untuk foto dan video dokumentasi. Walaupun demikian, sebuah penghargaan luar biasa dan suatu kebanggaan besar bagi kami bisa menyambut para tamu dan hadirin yang menyempatkan diri dan waktunya untuk menghadiri pernikahan kami. Tak ada yang bisa kami berikan selain ucapan terima kasih, apresiasi setinggi-tingginya, dan doa kebaikan untuk para tamu undangan dan hadirin, termasuk untuk keluarga besar kami.
Seperti pepatah: tak ada gading yang tak retak. Setiap hal pasti ada kekurangan, termasuk dalam prosesi hantaran, lamaran, dan pernikahan kami. Untuk itu saya dan istri mewakili kedua pihak keluarga memohon maaf sebesar-besarnya apabila ada kesalahan dalam tutur kata, sikap, penyambutan para tamu undangan dan hadirin, kekurangan fasilitas/sarana, maupun kekurangan dari segi materi lainnya.
Melalui tulisan ini juga, saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih khusus dan apresiasi kepada pihak-pihak di bawah ini:
- Pasangan saya yang telah bersabar dan dengan setia mendampingi saya selama bertahun-tahun menjalani kehidupan di Kota Medan, hingga akhirnya bersedia menjadi pendamping hidup saya selamanya. Honey moon? Sabang first, Lombok next;
- Keluarga besar Paruhum Hasibuan, S.T. dan Rosmalina Batubara. Kebanggaan tersendiri bagi saya bisa menjadi bagian dari keluarga ini;
- Kedua orang tua saya, Soelawestyo Soehardi dan Gladys Joan. Saudara-saudara kandung saya (Gegen, Dino, dan Sega), beserta kakak ipar (Mbak Tutik), dan tak lupa si kecil Akbar... Nyari meong yuk?!;
- Keluarga besar Soim di Surabaya... Siap-siap ospek istri!;
- Sahabat dekat saya, Slamet Joko Budiyono dan istri (Yeni) dari Bandung;
- Pakde Handono dan keluarga di Medan;
- Sahabat saya, Steven dan Nathalie;
- Sahabat-sahabat saya dari komunitas NINJA OWNERS CLUB (NOC) MEDAN. Truly Brotherhood;
- Rekan-rekan kerja/kolega saya di KPPN Banda Aceh;
- JM Studio: Bang Kocu, Kak Lusi, dan kru, untuk dokumentasi foto-foto dan video sejak dari proses pre-wedding hingga pernikahan. Good work!;
- Pinal, untuk dokumentasi video dan hiburan musik;
- Bapak Kamaruddin Tasik selaku penghulu yang telah menikahkan kami berdua;
- Owner Devi Salon dan crew... You make me looks great, and my wife... she just looks like goddess;
- Oly Catering... Mmm, yummy!;
- Bang Sihar Emry Prihandy dari Blogger Medan Community;
- Para tamu undangan, rekan-rekan, dan sahabat yang telah meluangkan waktu dan menyempatkan diri menghadiri resepsi sederhana kami. Sebuah penghormatan dan apresiasi setinggi-tingginya dari kami;
- Semua pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang turut serta menyukseskan rangkaian acara prosesi pernikahan Arisandy Joan Hardiputra dan Epi Friesta Dewi Hasibuan.
Salam hangat dari saya dan istri,
Intermezzo:
Sesuai tema pernikahan yang Serba Hijau, berikut adalah hal dan barang-barang pernak-pernik pernikahan kami yang berwarna hijau:
- Jersey home PERSEBAYA 1927 dan bola yang kami gunakan untuk salah satu sesi pengambilan foto pre-wedding;
- Undangan pernikahan;
- Baju batik saya dan gaun istri yang kami kenakan saat acara hantaran dan lamaran;
- Sepasang pakaian adat Jawa yang kami kenakan saat resepsi;
- Kebaya istri yang dikenakan saat pergantian pakaian terakhir di resepsi, saya mengenakan setelan jas;
- Buku daftar tamu dan spidol yang digunakan untuk mengisi buku tamu;
- Cat gedung dan dekorasi gedung.
Candid Album... just for fun |
Baca juga blog saya tentang pernikahan di bawah ini:
Perspektif Saya Tentang Pernikahan: Sebuah Renungan Tengah Malam;
wah slamat ya lek :)
BalasHapus#BMC
Makasih, Brother!
HapusSelamat ya Cen. Hot sampai kakek-nenek nanti.
BalasHapusHahaha... Aamiin!
HapusThank you banget, Bang Den!
Baaaaannggg cecen fotooooooo imaaa kok gak adaaaa.kecewa pembacaaa :(
BalasHapusKan udah dimasukin tuh fotonya. Maaf ya kelewatan.
Hapus