Postingan

Menampilkan postingan dari 2020

Lidah Silet, Matre, Hidup Sederhana, dan Kebahagiaan

Gambar
Pada suatu kesempatan sharing session  di tempat tugas saya, Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Surabaya II , yang diadakan setiap Senin pagi sebelum memulai aktivitas pekerjaan, saya mendapatkan giliran untuk menyampaikan cerita motivasi dan inspirasi. Asal tahu saja, dalam kegiatan ini, setiap pegawai diberikan gilirannya masing-masing, satu orang setiap kegiatan. Saat itu saya menyampaikan cerita, atau lebih tepatnya sebuah sajak, yang saya berikan judul THINK Before You Speak , yang dalam Bahasa Indonesia berarti 'berpikirlah sebelum berbicara'. Namun saya sengaja tidak membuatnya dalam Bahasa Indonesia, karena kata ' THINK ' sendiri memiliki makna. Berikut isi sajak yang saya bacakan di depan kolega saat itu: THINK Before You Speak Lidah itu tak bertulang. Konon katanya lidah lebih tajam daripada silet. Rekan, ada alasan kenapa Allah menciptakan sepasang mata, sepasang telinga, sepasang tangan, dan sepasang kaki… namun hanya satu mulut. Suatu hari nanti,

"Kakak Rindu Teman-Teman dan Bu Guru"

Gambar
Sudah sekitar empat bulan sejak kebijakan Belajar dari Rumah  diterapkan oleh Pemerintah. Sebelum pandemi, mungkin tak pernah sekalipun terpikir oleh kita bahwa anak-anak akan mengalami masa-masa seperti ini. Tanpa adanya persiapan, bisa dipastikan mental orang tua dan anak-anak akan terbebani dan stressful . Saya sendiri tak pernah menyangka akan mendengar putri sulung saya yang baru saja naik ke TK B beberapa kali berkata, " Ayah, Kakak rindu teman-teman dan Bu Guru di sekolah. Kapan virus Corona-nya hilang? " Maka jawaban saya konsisten dan sederhana saja, " Sabar ya, Kakak. Berdoa saja supaya vaksinnya cepat ketemu dan virusnya bisa cepat hilang biar Kakak bisa main-main lagi sama teman-teman, dan bisa jalan-jalan lagi ke mall sama Ayah, Bunda, dan Adik. " Baca juga: Jika Pandemi COVID-19 Berakhir Saya ingat saat masa kanak-kanak dahulu pada masa liburan sekolah, terkadang ada rasa rindu suasana sekolah dan teman-teman, meski sebenarnya mungkin sa

Selamat Hari Jadi Kota Medan ke-430: Sekelumit Cerita Lama Tentang Kenakalan

Gambar
Artikel ini ditulis tepat di hari ulang tahun Kota Medan ke-430. Perasaan saya bercampur aduk saat membaca isi surat keputusan penempatan tugas yang menempatkan saya di Kota Medan tahun 2003 silam. Senang karena Medan merupakan kota terbesar di luar Pulau Jawa; sedih karena terbayang akan meninggalkan kedua orang tua dan saudara serta keluarga besar di Jawa Timur; sekaligus ngeri karena citra Kota Medan yang terkesan sangar dan keras. Bagaimanapun, tugas adalah tanggung jawab yang harus dilaksanakan. Saya pun berangkat bersama dengan keempat kawan seangkatan yang lain. Tapi kali ini saya tidak akan bercerita tentang pekerjaan, hanya sedikit nostalgia. Bagi saya, Kota Medan itu seperti kampung halaman sendiri. Bahkan saya mengenal Kota Medan lebih baik ketimbang kota kelahiran dan tempat saya dibesarkan: Mojokerto. Banyak prestasi dan anugerah yang saya dapatkan selama tinggal di sana sekitar satu dekade: keluarga, gelar sarjana, jabatan di komunitas, nama baik, dan sebagainya. S

Menjaga Negeri dari Dampak Pandemi Dengan Berinvestasi di ORI017

Gambar
Pada tanggal 15 Juni 2020, Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mulai menawarkan Obligasi Ritel Indonesia seri 017 (ORI017) . Salah satu jenis Surat Utang Negara (SUN) ini memiliki kupon atau tingkat pengembalian sebesar 6,40% per tahun, dengan pembelian minimal Rp1 juta berlaku kelipatannya, dan maksimal Rp3 miliar. Surat Utang Negara merupakan salah satu instrumen yang diterbitkan Pemerintah dalam rangka menutupi defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang tahun ini diprediksi mencapai 6,34%. Perlu diketahui bahwa melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan , defisit APBN sampai dengan tahun 2022 diperbolehkan melebihi ketentuan yang di

Pengalaman Mengikuti Online Course Public Financial Management oleh International Monetary Fund (IMF)

Gambar
Program #PhysicalDistancing dan penerapan #WorkFromHome yang dicanangkan Pemerintah sebagai upaya pencegahan dan penyebaran pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) mengharuskan kita beraktivitas penuh di rumah. Bagi saya, penerapan kedua program ini merupakan pengalaman baru. Jika rutinitas saya pada hari kerja biasanya beraktivitas di kantor, maka sekarang saya dituntut untuk menyelesaikan tugas di rumah dengan fasilitas mandiri. Pun demikian saat akhir pekan tiba, jika biasanya saya menghabiskan waktu bersama keluarga dengan berlibur atau sekadar menghabiskan waktu di pusat perbelanjaan dekat tempat tinggal, kali ini mau tak mau kami harus beraktivitas di rumah saja. Perubahan drastis rutinitas ini jika tidak dikelola dengan seksama, bisa jadi menghabiskan waktu percuma atau malah mengundang frustrasi. Bagi orang tua, momen seperti ini menuntut kreativitas untuk menemukan kegiatan bagi anak-anak agar tidak gampang merasa bosan di rumah. Sedangkan orang tua sendiri dituntu

Jika Pandemi COVID-19 Berakhir

Gambar
Saat blog ini ditulis, entah sudah pekan keberapa sejak saya dan keluarga menjalani imbauan physical distancing  dan work from home dari Pemerintah. Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) berhasil membuat saya kembali menulis di blog pribadi, setelah lebih banyak menulis berita dan artikel di website kantor, KPPN Surabaya II . Artinya, momen ini layak untuk dikenang, dan kita yang saat ini merasakan langsung dampak pandemi ini, merupakan bagian dari sejarah bagaimana virus ini bukan hanya memporak-porandakan sektor kesehatan dan ekonomi dunia, tapi juga menguji batas kemanusiaan dan batas normalitas kita sebagai manusia yang bebas. Seingat saya, di masa usia hidup sampai saat ini, baru kali pertama merasakan bagaimana pandemi virus mampu memaksa kita mengubah drastis tatanan kebijakan dan normalitas. Sekitar tahun 2002-2003 saya turut merasakan bagaimana wabah SARS mengancam, diikuti dengan 'flu burung' sekitar tahun 2005-2006, tetapi dampaknya tidak semasif saat