Pengalaman Menginap di Hermes Palace Hotel Banda Aceh Saat Malam Pergantian Tahun

Banyak cara bisa dilakukan untuk menghabiskan malam tahun baru sekaligus merayakan pergantian tahun. Saya sendiri sudah beberapa kali merayakan malam pergantian tahun, kebanyakan diisi dengan kegiatan bersenang-senang dan berpesta, tentunya saat saya masih melajang. Saya pernah menghabiskan malam pergantian tahun di klub malam, konvoi menggunakan motor, dan bahkan terjebak kemacetan parah Kota Medan hingga lima jam lamanya dalam mobil. Setelah berkeluarga, saya tentunya menghabiskan malam pergantian tahun bersama dengan keluarga, baik itu keluarga inti maupun keluarga besar. Bukan berarti tidak bersenang-senang tentunya, hanya saja kali ini kebahagiaan itu terasa lebih bermakna.

Baca juga tulisan saya berjudul: Tahun Baru = Harapan Baru = Mental Baru

Pada malam pergantian tahun kemarin, saya dan keluarga memilih untuk 'merayakannya' dengan menginap semalam di Hermes Palace Hotel Banda Aceh. Tak seperti di kota-kota lain, pergantian malam tahun baru di Serambi Mekkah dilalui dengan sangat tenang, tanpa hura-hura seperti konvoi, pesta kembang api, ataupun suara-suara bising terompet. Tentunya kondisi ini sangat mendukung bagi saya yang mempunyai dua anak yang masing-masing berusia tiga tahun, dan bayi tiga bulan. Namun meskipun begitu, bukan berarti kita hanya bisa menikmati malam pergantian tahun dengan monoton—hanya berdiam diri dan menonton televisi di rumah. Kami sengaja memilih suasana beda dengan menginap di hotel, tentunya bukan sembarang hotel, melainkan hotel termewah dan satu-satunya hotel bintang lima di Banda Aceh.

Baca juga tulisan saya berjudul: Pengalaman Liburan ke Ancol dan Menginap di Discovery Hotel and Convention 

Kami check in sekitar pukul 14.30 WIB dan mendapatkan kamar 542. Detail kamar sesuai dengan pesanan kami: tipe Deluxe, berada di lantai bebas rokok, ranjang berukuran besar, dan berada di lantai atas. Rencana awal kami tidur siang sejenak untuk melepas penat kemudian sore hari baru mengajak putri kami berenang, namun ternyata ia menolak tidur siang dan sudah tak sabar menceburkan diri ke kolam renang. Alhasil kami pun membatalkan rencana tidur siang dan menuju kolam renang. Saya mendampingi putri kami berenang, sedangkan istri bersantai di salah satu sofa yang disediakan di sekitar kolam renang, sambil menikmati seporsi mi ayam, sepoci teh manis hangat, dan pisang goreng.

Clarissa Astrid Sofia Friezcen & Davian Hardi Putra Friezcen - Hermes Palace Hotel Banda Aceh


Ada tiga kolam di Hermes Palace Hotel Banda Aceh, masing-masing dengan kedalaman 1,5 meter, 30 sentimeter, dan 60 sentimeter. Ketiganya 'dilahap' oleh putri kami, meskipun ia lebih banyak menghabiskan waktu di kolam untuk anak-anak. Kami berenang hingga menjelang waktu Maghrib dan hanya beristirahat sejenak untuk menikmati seporsi mi ayam, teh manis hangat, dan pisang goreng yang telah dipesan oleh istri.

Clarissa Astrid Sofia Friezcen - Kolam Renang Hermes Palace Hotel Banda Aceh

Setelah berenang, kami kembali ke kamar dan mandi. Putri saya sangat menikmati waktu mandinya menggunakan pancuran air hangat. Setelahnya tak henti-hentinya dia memainkan pengering rambut yang terpasang di kamar mandi. Selesai mandi, kami pun makan malam di Captain Jack Coffee & Food. Lokasinya tak jauh dari hotel, masih sejalur. Istri memesan seporsi Jack Sparrow Beef with Barbeque Sauce dan segelas Green Tea Frappe, sedangkan Black Pearl Beef Picatta with Mushroom Sauce dan segelas Iced Chocolate sudah cukup untuk saya.

Clarissa Astrid Sofia Friezcen, Epi Friesta Dewi Hasibuan, & Davian Hardi Putra Friezcen - Captain Jack Coffee and Food Banda Aceh
Makan malam di Captain Jack Coffee & Food


Seusai makan malam, kami melanjutkan perjalanan ke Toko Buku Gramedia. Lokasinya berada di seberang hotel. Gramedia Banda Aceh baru saja diresmikan tanggal 20 Desember 2017. Membaca buku adalah salah satu kegiatan favorit saya. Jadi, berada di tempat yang dikelilingi buku-buku selalu membuat saya betah dan lupa waktu. Sayangnya, saat itu saya membawa anak-anak, jadi tak bisa berlama-lama menjelajah Gramedia. Saya hanya membeli sebuah buku autobiografi Zlatan Ibrahimovic—seorang pemain sepakbola asal Swedia—berjudul Saya Zlatan. Sejak lama saya tertarik dengan kehidupan dan karir seorang Zlatan, seorang pesepakbola hebat dan penuh kontroversi. Apalagi ia pernah membela klub AC Milan, salah satu klub jagoan saya di Eropa. Istri pun tak mau kalah, ia membeli sebuah buku berjudul Ayah Edy Menjawab—sebuah buku tentang parenting. Tak ketinggalan, kami juga membelikan sebuah buku edukasi dan keterampilan untuk putri kami, berjudul Cerdas Mewarnai & Menebalkan Huruf dan Angka.

Selepas dari Gramedia, kami kembali ke hotel dan beristirahat. Kami melewatkan malam itu dengan beristirahat pulas, sama sekali tak memikirkan perihal pergantian tahun. Di hotel juga tak ada perayaan tahun baru, juga di lingkungan sekitar hotel. Dengan adanya balita dan bayi di keluarga, inilah yang kami cari, hanya ketenangan dan kedamaian di malam pergantian tahun, tak seperti di kota-kota besar yang bising dan dipenuhi dentuman petasan yang membuat anak-anak ketakutan.

Keesokan hari kami sarapan di restoran hotel. Suasana resto padat sekali, sampai kami kesulitan mencari tempat duduk dan meja kosong. Melihat keramaian macam itu membuat saya kehilangan minat dan selera makan. Akhirnya saya hanya memilih seporsi bubur ayam dengan tambahan fillet ikan goreng, secangkir teh manis hangat dan segelas jamu beras kencur untuk menghangatkan badan. Istri memilih nasi ayam balado dan segelas teh manis hangat, sedangkan putri kami hampir sama sekali tak menyentuh sereal coklatnya, ia hanya sibuk merengek agar segera bisa menceburkan dirinya ke kolam renang. Tak butuh waktu lama baginya untuk mendapatkan keinginannya main basah-basahan.

Sekitar satu jam saya menemaninya berenang sebelum kami kembali ke kamar dan bersiap untuk check out. Tepat tengah hari kami meninggalkan hotel yang saat itu dipadati dengan orang-orang yang menghadiri sebuah acara pernikahan. Banyaknya tamu yang hadir sukses membuat penuh parkiran hotel dan juga macet di jalan raya depan hotel.

Room 542 Hermes Palace Hotel Banda Aceh
City view room 542, lorong, dan lobi hotel



Plus-Minus Hermes Palace Hotel Banda Aceh


Seperti biasa, setiap kali melakukan perjalanan dan menginap di hotel, saya akan membagikan penilaian saya tentang hotel tempat kami menginap. Tentunya penilaian ini subjektif, menurut pendapat pribadi saya, berdasarkan waktu dan jenis kamar yang saya pesan saat itu, yaitu Deluxe Room nomor 542.

Kelebihan:

  1. Lokasi hotel strategis. Di sekitar hotel banyak terdapat restoran, kafe, dan/atau warung kopi, juga tempat membeli oleh-oleh. Gramedia juga terletak di seberang hotel;
  2. Pihak hotel memenuhi semua keinginan kami mengenai kamar, yaitu berada di lantai atas (lantai 5), lantai bebas rokok, dan ranjang berukuran besar (double bed). Artinya mereka menaruh perhatian penuh dan berfokus pada kenyamanan tamu;
  3. Kamar bersih, city view juga lumayan bagus meski beberapa bagian justru terhalang atap hotel;
  4. Pintu kamar menggunakan kartu pindai, dan terdapat sensor yang akan berbunyi apabila pintu tidak tertutup dengan rapat. Ini berarti cukup aman apabila tamu lalai saat menutup pintu;
  5. Saya suka perpaduan warna antara dinding, karpet, dan ranjang di kamar. Memberikan kesan hangat;
  6. Kolam renang bersih, terdapat penanda kedalaman kolam, dan pagar pemisah antara kolam dewasa dan anak-anak. Artinya tamu bisa merasa aman saat berenang atau mendampingi anak-anak berenang;
  7. Rasa makanan di restoran cukup enak, termasuk kue-kuenya. Istri saya menyukainya.

Kekurangan:

  1. Petugas hotel (resepsionis saat check in, petugas keamanan, dan staf hotel) kurang ramah. Beberapa kali berpapasan mereka enggan tersenyum dan memalingkan muka. Namun demikian, staf di restoran cukup ramah dan sigap, resepsionis yang melayani kami saat check out juga cukup ramah;
  2. Kamar tak bisa meredam suara dengan baik. Saat berada di lorong, suara orang berbincang dari dalam kamar masih terdengar. Khusus di kamar kami, terdapat pintu penghubung, suara yang terdengar dari kamar sebelah malah lebih kencang;
  3. Tak ada safety deposit box di kamar Deluxe;
  4. Kasur kurang nyaman karena beberapa bagian tenggelam (kempis). Sepertinya kasur lama;
  5. Kulkas kurang dingin;
  6. Tempat sampah kurang besar dan modelnya terbuka (tanpa tutup). Seharusnya menggunakan tutup agar lebih higienis;
  7. Lampu di beberapa titik tak berfungsi. Lampu yang ada kurang terang;
  8. Saluran televisi tak sampai 32 seperti yang tertulis di website hotel, jumlahnya hanya 21;
  9. Tempat parkir kendaraan kurang luas;
  10. Elevatornya sempit, desainnya kuno dan membosankan, sebaiknya dipasang cermin besar, alih-alih hanya ukiran kayu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

27 Oktober: Hari Blogger Nasional

Cerita Liburan Long Weekend di Kota Bandung Bersama Keluarga

Seandainya Dahulu Saya ... (Sebuah Penyesalan)