"Kakak Rindu Teman-Teman dan Bu Guru"

Sudah sekitar empat bulan sejak kebijakan Belajar dari Rumah diterapkan oleh Pemerintah. Sebelum pandemi, mungkin tak pernah sekalipun terpikir oleh kita bahwa anak-anak akan mengalami masa-masa seperti ini. Tanpa adanya persiapan, bisa dipastikan mental orang tua dan anak-anak akan terbebani dan stressful.

Saya sendiri tak pernah menyangka akan mendengar putri sulung saya yang baru saja naik ke TK B beberapa kali berkata, "Ayah, Kakak rindu teman-teman dan Bu Guru di sekolah. Kapan virus Corona-nya hilang?"
Maka jawaban saya konsisten dan sederhana saja, "Sabar ya, Kakak. Berdoa saja supaya vaksinnya cepat ketemu dan virusnya bisa cepat hilang biar Kakak bisa main-main lagi sama teman-teman, dan bisa jalan-jalan lagi ke mall sama Ayah, Bunda, dan Adik."


Saya ingat saat masa kanak-kanak dahulu pada masa liburan sekolah, terkadang ada rasa rindu suasana sekolah dan teman-teman, meski sebenarnya mungkin saya tak pernah benar-benar merindukan mereka. Tapi saat ini, suasananya benar-benar berbeda. Masa 'libur' yang sudah terlalu lama tak mampu lagi membendung perasaan anak-anak. Saya yakin apa yang dirasakan oleh putri saya kali ini benar-benar perasaan yang tulus dari hatinya. Di samping itu, saya juga yakin rasa jenuh dan bosan juga menjadi katalisnya.

Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) bukan hanya membatasi kegiatan pembelajaran formal, tapi juga kebiasaan-kebiasaan kita secara keseluruhan, termasuk berkegiatan di luar rumah. Dalam kurun waktu empat bulan semenjak diberlakukan jaga jarak sosial (social distancing) dan jaga jarak fisik (physical distancing), kami sekeluarga benar-benar mengurung diri di dalam rumah. Kalaupun harus keluar hanya sebatas di sekitar rumah untuk berbelanja atau sekadar berkeliling menggunakan motor untuk berjemur atau memutus jenuh meski sementara, tentunya dengan tetap menerapkan protokol kesehatan.

Beberapa kali saya mendengar dan membaca keluhan dari para orang tua yang mulai merasa jenuh dan tertekan dengan kebijakan Belajar dari Rumah. Tentunya bukan tanpa alasan, mengingat kebijakan ini memberikan beban dan tugas tambahan bagi orang tua untuk mendampingi dan mendidik anak. Mereka merasa kebijakan ini merupakan upaya pengalihan tanggung jawab dan tugas dari guru kepada orang tua, padahal biaya sekolah yang harus mereka bayarkan masih tetap penuh.

Saya tak bisa menyalahkan orang tua terkait hal ini, khususnya bagi para ibu. Misalnya istri saya yang setiap hari harus mengurus tugas-tugas di rumah, termasuk berinteraksi dengan kedua anak-anak kami yang masih berusia prasekolah. Usia anak-anak yang tentu saja belum mampu mandiri, mengharuskan semua keperluan mereka masih harus diurus dan disiapkan oleh ibunya. Ditambah lagi dengan energi kedua anak kami yang seakan tiada habisnya, wajar jika istri merasa kelelahan dan stres.

Bagi beberapa orang tua, waktu anak-anak bersekolah adalah waktu-waktu di mana mereka bisa sedikit menarik nafas dan melepaskan penat di rumah. Saat di sekolah, adalah kewajiban para guru menggantikan peran orang tua. Tapi kini, seakan semua tanggung jawab dan tugas itu dikembalikan sepenuhnya kepada orang tua.

Hampir setiap hari, putri saya saat ini melakukan kegiatan pembelajaran secara daring melalui aplikasi video meeting, tentu saja sambil didampingi oleh istri. Kegiatan pembelajaran daring ini dilakukan sambil tetap mengenakan seragam sekolah. Tentu saja pengalaman interaksi yang didapatkan sangat berbeda mengingat putri saya—dan mungkin juga mayoritas anak-anak lainnya—sudah terbiasa dan merasa lebih nyaman dengan metode tatap muka langsung. Kali ini, mereka harus beradaptasi dengan kebiasaan baru ini. Dalam beberapa kali kesempatan saat mendampingi di akhir pekan, memang saya perhatikan, anak-anak kurang antusias dan tidak terlalu bersemangat mengikuti aktivitas pembelajaran daring.

Clarissa Astrid Sofia Friezcen Belajar Online dari Rumah
Bagaimanapun, pandemi sedang terjadi, dan kita sebagai orang tua, dan pastinya anak-anak juga harus bisa menyesuaikan diri dengan kebiasaan baru yang akan selalu menjadi bagian dari kehidupan mulai saat ini. Kita semua telah menjadi bagian dari sejarah pandemi COVID-19, dan kelak semoga masa-masa ini akan menjadi bahan cerita inspiratif di masa mendatang. Tugas orang tua bukan membebani anak-anak dan menambah derita mereka, tapi bagaimana menjadikan mereka bangga bisa menjadi bagian dan merasakan momen ini. Selalu ada makna dan sisi positif jika kita mau membuka mata hati. 

Anak-anak mungkin telah kehilangan sedikit masa-masa dan kesempatan untuk bermain bersama teman-temannya, kehidupan sosial mereka lebih terbatas, namun di lain sisi, mereka punya lebih banyak waktu bersama kita—orang tuanya. Jadikan momen-momen ini berkualitas, inilah saatnya kita mendekatkan diri secara emosional dan menunjukkan bahwa anak-anak bisa mempercayai kita sebagai orang tuanya yang akan selalu menjaga mereka, membuat mereka merasa aman dan nyaman saat kondisi di luar rumah menjadi berbahaya dan penuh ketidakpastian.

Jika kita merasa hubungan dengan orang tua terasa berjarak, maka momen ini adalah penebusan agar anak-anak tak merasakan hal yang sama dengan kita. Pun demikian bagi kita sebagai orang tua yang merasakan jarak dengan anak, maka saat ini adalah kesempatan untuk mempererat hubungan dengan anak. Rumah harus menjadi tempat yang nyaman dan disukai anak-anak. Buat saya, rumah setidaknya bisa menjadi tempat di mana mereka bisa sedikit melupakan wahana permainan di dalam mall.



Pandemi COVID-19 mengharuskan kita melakukan upaya #PhysicalDistancing termasuk #WorkFromHome untuk membatasi penyebaran infeksi virus. Entah sampai kapan pandemi ini akan selesai. Yang saya yakini, pandemi belum akan berakhir jika masih saja ada orang-orang yang tak mampu menahan diri dan membatasi aktivitas sosialnya secara langsung (masih tetap berkumpul), dan tak mengindahkan himbauan tersebut. Mindset egois jangan dipelihara! Banyak orang berada di titik jenuhnya. Tapi pikirkan bahwa upaya tersebut bukan hanya untuk melindungi kamu, tapi juga melindungi keluargamu. Selalu ada makna dan sisi positif dari sebuah pengalaman. Bagi saya, yang utama adalah lebih banyak waktu untuk dihabiskan bersama keluarga, dan kesempatan untuk review kembali kondisi finansial keluarga (misal: lebih memprioritaskan dana darurat ketimbang investasi di instrumen dengan volatilitas tinggi, atau belanja). Bagi anak-anak, ini kesempatan buat otak-atik laptop yang saya pakai buat bekerja. Rese' sekali memang! #COVID #COVID19 #Family #WFH #Keluarga #DiRumahAja #OneDayOneCareForChildren
A post shared by CECEN CORE (@coreycen) on


Di sisi lain, guru sebagai tenaga pendidik juga mesti memegang amanah dan tanggung jawab dengan terus memberikan pendidikan yang terbaik untuk anak-anak didiknya tanpa indikasi 'lepas tangan'. Bagaimanapun, orang tua sudah melakukan kewajiban dengan membayar penuh biaya sekolah dan membeli kuota ekstra agar kegiatan pembelajaran daring dapat diikuti dengan baik.

Dalam Surat Edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam Masa Darurat Penyebaran Corona Virus Disease (COVID-19) diatur bahwa proses Belajar dari Rumah dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:

  1. Belajar dari Rumah melalui pembelajaran daring/jarak jauh dilaksanakan untuk memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa, tanpa terbebani menuntaskan seluruh capaian kurikulum untuk kenaikan kelas maupun kelulusan;
  2. Belajar dari Rumah dapat difokuskan pada pendidikan kecakapan hidup antara lain mengenai pandemi COVID-19;
  3. Aktivitas dan tugas pembelajaran Belajar dari Rumah dapat bervariasi antarsiswa, sesuai minat dan kondisi masing-masing, termasuk mempertimbangkan kesenjangan akses/fasilitas belajar di rumah;
  4. Bukti atau produk aktivitas Belajar dari Rumah diberi umpan balik yang bersifat kualitatif dan berguna dari guru, tanpa diharuskan memberi skor/nilai kuantitatif.

Dalam poin-poin tersebut diatur jelas peran guru untuk memberikan pemahaman dan edukasi bagi siswa, termasuk memberikan pemahaman terkait pandemi COVID-19, dan tidak memberikan penugasan yang bersifat wajib, serta tidak memberi nilai kuantitatif terhadap hasil belajar siswa. Karena bagaimanapun beban tugas guru terkait mendidik siswa dalam masa pandemi ini jelas berkurang, dan beban tersebut jelas berpindah kepada orang tua. Sehingga diperlukan inisiatif dan respons proaktif dari guru untuk selalu memberikan yang terbaik dan memantau perkembangan anak didiknya tanpa harus berpangkutangan kepada orang tua.

Sebaliknya, orang tua juga sebaiknya menyudahi mengeluh dan mulai memikirkan hikmah dan segi positif dari kebijakan Belajar dari Rumah. Bagi saya dan istri, lebih baik kami direpotkan sementara dengan tugas ekstra mendidik dan mengajak anak-anak bermain di rumah asal mereka bisa terlindungi dari infeksi virus di luar sana, mengingat menurut paparan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), kematian anak di Indonesia akibat infeksi COVID-19 menjadi salah satu yang tertinggi di asia, dan bahkan di dunia.

Tentu saja kita berdoa dan berharap bahwa pandemi ini akan segera berakhir, yaitu saat vaksin virus ini telah ditemukan. Kabar baiknya, saat tulisan ini disusun, Pemerintah melalui induk holding BUMN farmasi, PT. Bio Farma (Persero), bekerjasama dengan perusahaan farmasi asal Tiongkok, Sinovac Biotech Ltd., sedang dalam proses pengembangan tahap terakhir vaksin dimaksud, dan diharapkan mulai didistribusikan tahun depan melalui dua perusahaan farmasi BUMN lainnya, yaitu PT. Indofarma Tbk. dan PT. Kimia Farma Tbk.

Di pasar modal, ada pemahaman bahwa pasar akan bereaksi lebih cepat ketimbang kondisi perekonomian secara riil. Apabila pelaku pasar (investor) memiliki ekspektasi terhadap perbaikan ekonomi, maka harga saham di pasar akan bergerak naik terlebih dahulu meski kondisi ekonomi belum sepenuhnya pulih. Setidaknya kita bisa sedikit bernafas lega ketika harga saham kedua emiten BUMN (INAF dan KAEF) membumbung tinggi hingga terkena batas Auto Reject Atas (ARA) selama tiga hari beruntun sejak vaksin ini dikabarkan telah tiba di Indonesia, Selasa (21/7). Tak berhenti di situ, Bursa Efek Indonesia (BEI) akhirnya mengumumkan adanya Unusual Market Activity (UMA) terhadap kedua saham emiten tersebut guna memberikan kesempatan kepada para investor untuk mempertimbangkan kembali terkait pengambilan keputusan investasinya. Artinya, memang ada optimisme di kalangan investor pasar modal terhadap program vaksinasi.

Pada akhirnya, saya berharap jika suatu hari nanti putri saya bertanya kembali, maka saya bisa dengan penuh percaya diri menjawab, "Segera." Semoga saja.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hours: Film Terakhir Paul Walker yang Menginspirasi Ayah; Sebuah Resensi

Cerita Liburan Long Weekend di Kota Bandung Bersama Keluarga

Pengalaman Liburan ke Ancol dan Menginap di Discovery Hotel and Convention