Disiplin Membangun Citra Diri dan Organisasi (Personal and Corporate Branding)
"Teruslah berdisiplin sampai orang lain mengira bahwa kedisiplinan diri adalah sebuah pencapaian."
Saya yakin banyak dari kita mengartikan disiplin sebagai suatu 'ketertiban' atau 'ketaatan'. Tidak salah memang, karena dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata 'disiplin' diartikan demikian adanya. Tetapi satu hal yang sering kita lupakan bahwa disiplin juga berarti konsisten. Konsisten untuk tertib, konsisten untuk taat. Dengan kata lain, ketertiban dan ketaatan yang kita lakukan secara konsisten akan membentuk citra diri kita sebagai pribadi yang disiplin.
Kedisiplinan bisa dibangun dan dilatih secara terus-menerus hingga membentuk karakter diri. Karakter apa yang ingin kita bangun? Ingatlah selalu bahwa karakter kita akan melekat sebagai citra diri (personal brand).
Dalam tulisan kali ini, izinkan saya untuk berbagi pengalaman terkait membangun citra diri (personal branding) maupun citra organisasi (corporate branding) melalui kedisiplinan, hingga disiplin itu sendiri menjadi bagian dari citra diri maupun organisasi.
Kebanyakan orang berpikir membangun citra diri dan menjadi pribadi yang menonjol di lingkungan kerja berarti harus menonjolkan sisi hard competency atau kompetensi teknis/fungsional. Padahal yang juga tak kalah penting adalah kemampuan pribadi yang terjadi 'di balik layar' seperti mengelola emosi, sikap, cara berpikir, dan mengatur waktu. Semua ini dikombinasikan menjadi sebuah strategi untuk membentuk sebuah citra diri dan membangun perspektif. Dalam konteks personal dan corporate branding, maka saya menerapkan kedisiplinan dalam hal:
1. Membangun Media Branding Organisasi
Sejak pertama kali aktif menulis blog sekitar tahun 2003, saya menyadari bahwa terjadi pergeseran budaya komunikasi dalam generasi. Keberadaan media cetak mulai tergeser oleh teknologi informasi, khususnya internet. Selain mudah diakses, tanpa batasan waktu dan lokasi, internet juga menjadikan blogger (penulis blog) memiliki akses dan wewenang mutlak. Selain bisa menjadi penulis, blogger juga sekaligus berperan sebagai jurnalis, editor, dan redaktur. Membangun media branding ibarat kita mendirikan lapak sebelum mulai berjualan produk di pasar.
Sejak bertugas di unit vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) di Kota Medan (tahun 2003 s.d. 2013), Banda Aceh (2013 s.d. 2018), hingga ke Surabaya (2018 s.d. saat ini), saya selalu memanfaatkan kecanggihan teknologi dan ruang informasi tanpa batas bernama website dan media sosial untuk memperkenalkan dan membangun brand organisasi agar publik mengetahui peran, kontribusi, dan prestasi insan DJPb dalam mengelola keuangan negara.
Saya membuat dan menulis blog untuk KPPN Medan I; kemudian mengelola website dan membangun Instagram untuk KPPN Banda Aceh; dan selanjutnya KPPN Surabaya II. Hingga saat ini, hasil inisiatif saya masih terus digunakan untuk menyebarkan dan membagikan konten terkait tugas dan kegiatan organisasi meski dengan administrator yang berbeda dan terus berganti. Alhamdulillah, meski sudah berpindah tugas, saya selalu berhasil meninggalkan warisan bagi organisasi yang bisa terus dilestarikan.
Mengapa harus website dan Instagram? Website ibarat rumah digital, tempat kita menerima para tamu berkunjung. Website bisa mengintegrasikan berbagai menu dan produk sesuai kebutuhan tanpa perlu repot melakukan scrolling. Itulah salah satu kelebihan website dibanding media sosial. Apalagi saat ini tugas administator website unit vertikal DJPb relatif lebih mudah karena berupa microweb yang menginduk ke website Kantor Pusat DJPb, jadi sifatnya hanya memutakhirkan tanpa perlu membangun dari awal.
Sedangkan Instagram saat ini merupakan salah satu platform media sosial paling banyak digunakan dan paling sering diakses menurut survei Sensor Tower tahun 2020. Sedangkan menurut data yang dirilis Napoleon Cat, pada periode Januari s.d. Mei 2020, pengguna Instagram di Indonesia mencapai 69,2 juta.
2. Memastikan Keberlanjutan Media Branding Organisasi
Diperlukan kedisiplinan dan konsistensi agar website dan media sosial organisasi yang telah kita bangun bisa terus berlanjut dan dinamis. Kuncinya adalah selalu belajar dan jangan stagnan atau pasif. Saya selalu mencari bahan informasi yang bisa digunakan untuk pemutakhiran konten, termasuk penulisan artikel. Jika menemui kendala, seperti writer's block (kebuntuan menulis), biasanya saya menulis artikel yang relatif mudah, seperti misalnya tugas pokok sehari-hari.
Disiplin dalam pemutakhiran media branding berarti turut membantu website dan/atau media sosial organisasi agar selalu sesuai dengan kaidah search engine optimization (SEO), artinya mudah ditemukan atau berada di urutan teratas mesin pencari (Google, dan sebagainya). Sebagai contoh, jika Anda mencari 'KPPN Surabaya II' di Google, maka website KPPN Surabaya II akan muncul di urutan teratas, diikuti oleh fanpage Facebook dan Instagram @kppnsurabaya2. Silakan mencoba!
Tak sekadar meng-update, konten sebagai strategi branding juga harus berhasil meraih engagement dalam bentuk like, share, dan comment. Oleh karena itu, branding lebih dari sekedar updating, tapi juga membutuhkan kerjasama sebagai sebuah tim.
3. Menerapkan Strategi Personal Branding melalui Media Branding Organisasi
Sebuah pepatah mengatakan, "sekali dayung, dua-tiga pulau terlampaui." Artinya, dengan usaha relatif minimal, kita sebenarnya bisa mendapatkan hasil maksimal. Dalam hal membangun personal brand, diperlukan kedisiplinan dalam membangun media branding organisasi, dan tentu saja... sedikit kecerdasan. Salah satu strategi yang selalu saya terapkan adalah: memberikan atribusi berupa kredit untuk lisensi terbatas (creative commons). Artinya, untuk setiap artikel atau konten yang saya buat dan publikasikan di website dan media sosial organisasi, hanya boleh dipergunakan oleh organisasi dan untuk kepentingan organisasi, kecuali dengan izin tentunya.
Beberapa tulisan saya yang pernah dijadikan rujukan dan referensi misalnya: tulisan tentang unit layanan filial KPPN Banda Aceh di Kota Sabang oleh Media Keuangan, dan tulisan tentang analisis kesalahan dalam pengajuan SPM ke KPPN yang dipublikasikan ulang melalui website pengadaan.web.id dengan judul "Tata Cara Pengisian Surat Perintah Membayar (SPM) dan Dokumen Pendukung Lainnya".
Strategi yang saya lakukan untuk membangun personal brand melalui media branding organisasi, antara lain:
- Membuat akun (user) sendiri atas nama pribadi untuk level administrator di website organisasi (saat ini KPPN Surabaya II). Jadi, untuk setiap kali penerbitan artikel atau pemutakhiran menu di website, maka nama saya akan muncul sebagai kreator, alih-alih hanya muncul dengan nama 'Redaksi KPPN'. Hal ini turut membantu nilai SEO saya.
- Memberikan kredit dengan penandaan (tagging) dan/atau penyebutan (mention) akun pribadi untuk setiap konten yang saya buat dan publikasikan di media sosial organisasi. Dengan cara ini, secara otomatis saya membangun portofolio karya-karya saya.
5. Sharing is Caring
Berbagi itu bentuk kepedulian. Jangan pernah lelah untuk mengedukasi, memberikan motivasi dan inspirasi. Disiplin dalam membangun brand berarti konsisten dalam menyusun konten. Konsistensi membutuhkan pengorbanan. Merelakan waktu luang untuk menyusun bahan-bahan publikasi, merelakan materi pribadi demi mengedukasi banyak orang, dan sebagainya. Semua agar kita tetap produktif, agar otak kita tak berhenti bekerja. Ingatlah selalu hukum tarik-menarik (Law of Attraction): melakukan kebaikan akan membawa kebaikan berbalik kepada kita, dan sebaliknya.
Manfaat Corporate Branding Positif bagi Pribadi
Jika sebuah organisasi berhasil membangun reputasinya dengan baik, maka persepsi publik akan positif, dan membentuk perspektif yang baik. Secara tidak langsung, maka sumber daya manusia (pegawai) dalam organisasi juga turut terkena imbasnya.
Trik Membangun Brand Melalui Kedisiplinan
Kepala KPPN Surabaya II, Asri Isbandiyah Hadi, menyerahkan piagam Pegawai Berprestasi KPPN Surabaya II Tahun 2020, Senin (31/5/2021) |
Komentar
Posting Komentar
Setiap bentuk penyalinan (copying) blog ini harus menyertakan link/URL asli dari Blog CECEN CORE.