Sebuah Catatan Kecil Tentang Keluarga

Saya tak tahu bagaimana memulai tulisan ini. Sudah sekitar delapan bulan sejak saya menerbitkan tulisan terakhir di blog pribadi. Selama waktu itu, banyak hal terjadi dalam kehidupan saya, sebagian besar menarik dan menyenangkan. Sebenarnya saya sudah membuat beberapa konsep tulisan, tapi  belum termotivasi untuk menerbitkannya.

Saat ini saya sudah bekerja di Kota Surabaya, istri telah melewati usia ke-27, saya sendiri telah melewati momen ulang tahun yang ke-35. Pun begitu juga dengan anak-anak, masing-masing telah berusia empat dan satu tahun. Semuanya diperingati dengan kesederhanaan, setidaknya begitulah yang terlihat. Padahal bagi saya, momen kesederhanaan ini sangatlah istimewa. Untuk pertama kalinya saya bisa merayakan ulang tahun anak-anak bersama kedua orang tua saya. Mengingat saya telah sekitar 15 tahun bekerja di luar Pulau Jawa, sehingga harus berpisah dengan orang tua.

Ulang Tahun Clarissa Astrid Sofia Friezcen ke-4
Putri saya untuk pertama kalinya merayakan ulang tahun bersama Oma dan Opanya di usia 4 tahun


Pun demikian dengan pekerjaan. Kali ini saya bekerja di KPPN Surabaya II, di mana mayoritas rekan kerja bersuku Jawa. Tak terdengar lagi dialek khas Sumatera, kecuali jika saya sendiri yang bicara karena jujur saja kemampuan berbahasa Indonesia saya lebih banyak dipengaruhi oleh logat ala Medan, mengingat saya lama bekerja di sana dan memiliki istri orang Medan pula. Pun demikian dengan anak-anak yang keduanya lahir di ibu kota Sumatera Utara.

Pindah ke Surabaya adalah sebuah langkah dan awal baru bagi saya dan keluarga. Kami harus mengulang proses memulai kehidupan yang baru, namun kali ini saya melakukannya dengan semangat dan gembira. Pun demikian dengan istri yang baru pertama kali meninggalkan Pulau Sumatera. Kini kami menjadi warga Kota Surabaya. Bahkan sudah menggunakan hak pilih kami dalam Pemilihan Umum Gubernur Jawa Timur.

Keluarga Arisandy Joan Hardiputra Pilgub Jatim 2018
Di Surabaya, kami tinggal di sebuah rumah dinas di Surabaya Barat yang kebetulan lokasinya berdekatan dengan kerabat, khususnya saudara-saudara ayah saya yang asli Surabaya. Bahkan halaman belakang rumah dinas yang kami tinggali langsung menghadap ke jendela kamar belakang rumah saudara. Pindahan ke Surabaya bagi saya lebih dari sekadar pulang kampung, tapi ini adalah berkah tersendiri setelah lama merantau di Kota Medan dan Banda Aceh. Tentunya bukan hanya berkah pribadi, tapi juga berkah untuk keluarga besar.

Putri saya kini juga telah bergabung di Kelompok Bermain dekat rumah. Sudah saatnya ia belajar lebih banyak tentang kehidupan, khususnya bagaimana bersosialisasi dengan baik dan belajar banyak hal. Saya sendiri masih memegang teguh prinsip sebagai seorang ayah harus berusaha terlibat sebanyak mungkin dan sedekat mungkin dalam kehidupan anak. Sudah beberapa kali saya mengajukan izin ke atasan di kantor untuk mendampingi putri saya dalam kegiatan yang diadakan pihak sekolah. Misalnya saat menyantuni anak yatim di panti asuhan, dan kegiatan outbond di luar sekolah. Tentunya setiap libur bekerja di akhir pekan saya juga mengantar dan menjemput anak saya ke sekolah. Bagian yang paling sulit—namun tetap menyenangkan—adalah saat mengajarinya beradaptasi dan memahami istilah-istilah dan Bahasa Jawa, khususnya bahasa Suroboyoan. Hampir setiap hari ia akan selalu menyanyikan kepada saya, lagu baru yang dipelajarinya di sekolah.

Arisandy Joan Hardiputra & Clarissa Astrid Sofia Friezcen
Putra saya berusia setahun. Ia memiliki ketenangan dan karisma seperti ayahnya (tentu, dari mana lagi?) Ia akan dengan cerianya menyambut saya sepulang dari kantor. Sejak itu ia akan menolak melepaskan saya. Tak seperti kakaknya, ia lebih tenang dan kalem. Ia juga banyak mengumbar senyum dan cepat akrab dengan orang-orang di sekitarnya. Ia mewarisi keramahan dan kesupelan dari bundanya. Banyak orang bilang, anak perempuan akan lebih dekat pada ayahnya, sedangkan anak lelaki lebih dekat pada bunda. Tapi saya pikir tidak harus selalu begitu. Saya pikir anak-anak akan mendatangi ayah saat ia bersedih atau ingin bermain, dan mendatangi bunda saat mereka mengantuk dan lelah. Bunda akan selalu menjadi bunda, tapi ayah adalah teman terbaik untuk melepas beban.

Istri saya, ia akan selalu menjadi dirinya sendiri. Ia orang Medan, ia kesulitan mencari makanan yang sesuai dengan 'lidah Medan'-nya. Tapi ia juga dengan kesupelannya juga cepat memiliki sahabat-sahabat baru. Ia punya kemampuan adaptif yang luar biasa sehingga mudah berbaur dalam lingkungan yang sama sekali baru baginya.

Saya sendiri, memiliki tugas penting di kantor; menjadi ayah penuh waktu bagi anak-anak saat malam; dan terkadang—dalam waktu yang sangat langka di saat ini—menjalankan tugas saya sebagai seorang suami. Di akhir pekan, pagi-pagi sekali, saya berusaha untuk bangun, berolahraga dan mengambil alih pekerjaan rumah. Terkadang juga, di malam hari, saat istri dan anak-anak sudah terlelap, saya akan bangun, menyelinap keluar kamar, mengambil minuman manis—atau soda—dari dalam kulkas lalu menonton pertandingan sepak bola di televisi atau bermain games sampai pagi. Saya juga masih melakukan olahraga kesukaan saya: sepak bola, dengan bergabung bersama rekan-rekan dari Surabaya Jersey Community.

Anak lelaki akan tetap menjadi anak lelaki, bukan?!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Takdirmu Tidak Akan Melewatkanmu

27 Oktober: Hari Blogger Nasional

Pengalaman Liburan ke Ancol dan Menginap di Discovery Hotel and Convention