Pengalaman Liburan ke Ancol dan Menginap di Discovery Hotel and Convention
Berawal saat
putri saya menonton sebuah acara di televisi mengenai lumba-lumba.
Seperti biasa, setiap kali dia menonton televisi, sebisa mungkin saya
mendampingi dan memberikan penjelasan tentang objek-objek yang ditayangkan. Saat
itu saya menerangkan bahwa lumba-lumba adalah hewan yang cerdas dan bersahabat,
khususnya saat ada adegan mamalia itu (bukan ikan) mencium manusia. Sepertinya
adegan itu sangat berbekas di benak putri saya karena sepanjang hari dan
hari-hari berikutnya dia terus mengatakan keinginannya dicium lumba-lumba.
Kebetulan
tanggal 22 hingga 24 Mei 2017 lalu, saya mendapatkan tugas mengikuti Diklat
Pendampingan Penyusunan Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga Tahun 2017
di Kota Medan. Karena putri saya sangat antusias tentang semua hal mengenai
lumba-lumba, istri pun iseng mengecek sebuah website penyedia layanan pemesanan tiket daring. Sepertinya memang
saat itu keberuntungan berpihak pada kami, karena sedang tersedia promo diskon dan cashback untuk pemesanan paket tiket pesawat dan hotel.
Saat istri menyampaikan promo tersebut, saya langsung menyetujuinya. Mumpung ada
kesempatan mengabulkan keinginan anak dan cukup rezeki, jangan ditunda! Untuk
tiket pesawat pulang pergi Medan—Jakarta—Medan menggunakan maskapai Citilink dan Garuda Indonesia ditambah menginap dua malam di deluxe room Discovery Hotel and Convention, kami ‘hanya’ membayar tak sampai
enam juta rupiah. Berhubung tanggal 26 Mei 2017 masih hari kerja, saya pun
mengurus izin tidak masuk kantor.
Setelah
menyelesaikan tiga hari diklat di Kota Medan, keesokan pagi, Kamis (25/5), kami
sekeluarga berangkat ke Jakarta dengan menumpang maskapai Citilink. Sengaja kami memilih penerbangan pagi—pukul 05.50 WIB—karena begitu sampai dan mengurus proses check
in hotel, kami ingin segera berkeliling kompleks Taman Impian Ancol. Untuk transportasi
dari Bandara Soekarno-Hatta (Soetta) menuju hotel, kami mencoba layanan Grab Car untuk pertama kalinya. Hasilnya,
tak mengecewakan dengan harga terjangkau. Setibanya di hotel, jam menunjukkan
sekitar pukul 9 pagi. Masih terlalu awal untuk check in kamar. Kami hanya melakukan check in konfirmasi dan menitipkan koper. Setelahnya, langsung
menuju ke Seaworld.
Sekadar catatan,
untuk berlibur ke Ancol, saya sarankan membawa kendaraan sendiri, khususnya di
hari libur atau akhir pekan. Namun demikian, untuk berkeliling di dalam
kompleks, pihak Ancol juga menyediakan beberapa unit Bus Wara-Wiri dengan gratis.
Masalahnya, kadang-kadang kita menunggu lama, dan di waktu-waktu yang saya
tuliskan tadi, bus ini akan penuh sesak. Ada alternatif lain jika ingin
berkeliling Ancol, yaitu dengan menggunakan mobil golf. Cukup dengan membayar
Rp10.000,00 dan Anda bisa turun di mana saja.
Tetapi masalahnya sama dengan Bus Wara-Wiri, cukup lama juga kita menunggu
mobil-mobil mini ini lewat, dan saat lewat, juga biasanya penuh. Jika Anda
membawa motor, Anda bisa parkir gratis di tempat-tempat parkir yang telah
disediakan di sekitar masing-masing wahana.
Seaworld
Untuk hari
pertama, kami berkeliling Ancol menggunakan mobil golf dan turun di Seaworld.
Tiket masuk Seaworld dibanderol Rp110.000,00, jadi kami harus merogoh kocek
sebesar Rp330.000,00 termasuk putri saya yang sudah harus membayar penuh karena
tinggi badannya lebih dari 80 CM. Di pintu masuk dilakukan pemeriksaan tas. Makanan dan minuman dilarang untuk dibawa masuk. Alasan yang masuk akal, selain
untuk menjaga kebersihan, juga agar pengunjung tidak sembarangan memberi makan
hewan-hewan laut yang ada di dalam.
Seperti namanya,
di dalam Seaworld terdapat berbagai macam hewan-hewan laut, termasuk
fosil-fosil hewan laut purba dan hewan-hewan laut dalam yang jarang terlihat. Ada juga Kolam Sentuh, dimana kita diperbolehkan menyentuh hewan-hewan yang ada di dalam kolam, seperti ikan, penyu, bintang laut, dan sebagainya. Namun atraksi utama adalah pemberian makan ikan-ikan yang berada di dalam
akuarium utama. Dua orang penyelam memberi makan ikan-ikan berukuran besar
(sebagian bahkan raksasa), diantaranya ikan kerapu, ikan pari, dan bahkan
seekor ikan hiu. Selain konsep hiburan yang diusung, Seaworld juga
mengedepankan faktor edukasi. Papan-papan informasi dipasang di setiap sisi
kolam dan akuarium, bertuliskan informasi tentang hewan-hewan, seperti nama,
nama latin, makanan, dan habitat. Saat pemberian makan juga, ada seorang
petugas yang bertindak sebagai MC yang menjelaskan tentang jenis-jenis
ikan, ukuran dan berat, serta makanan yang diberikan.
Di sini juga disediakan
ruang khusus bernama Misteri Laut Dalam yang berisi fosil-fosil hewan-hewan
laut dalam yang sangat jarang terlihat, lalu ada Jellyfish Sphere, yaitu ruang
khusus yang bernuansa gelap untuk menampilkan beberapa jenis ubur-ubur dalam
akuarium yang dilengkapi lampu-lampu yang bisa berganti warna. Mengunjungi
Seaworld Ancol belum lengkap jika belum masuk ke terowongan akuarium utama.
Seperti namanya, akuarium ini berukuran paling besar di antara akuarium
lainnya. Seperti yang saya tulis di atas, akuarium utama berisi jenis-jenis
ikan berukuran sangat besar. Melalui terowongan utama, Anda tak perlu capek
berjalan kaki karena lantai teowongan didesain menggunakan travelator/moving walk.
Makan siang menjadi agenda kami berikutnya setelah puas
mengunjungi Seaworld. Perut memang belum terisi sejak berangkat dari Medan. Kali ini Solaria
menjadi pilihan karena selain memang menjadi rumah makan favorit saya dan istri, juga karena lokasinya yang cukup dekat dengan Seaworld. Saya cukup puas dengan sepiring Ifumie Seafood dan segelas Ice
Green tea. Istri juga menikmati menu Nasi Ikan Asam Manis dan teh botol. Sedangkan putri saya lebih sibuk
nonton video di Youtube ketimbang menikmati Mie Goreng Ayam dan kentang
gorengnya. Selepas dari Solaria, kami kembali menumpang mobil golf untuk
kembali ke hotel dan beristirahat.
Ancol Beach City Mall (ABCM)
Kami bertiga
benar-benar kelelahan, jadinya tertidur sangat pulas. Kami tak peduli lagi
dengan suara-suara teriakan pengunjung Dunia Fantasi (Dufan) yang terdengar
hingga ke kamar. Kami baru terbangun sekitar pukul 18.00 WIB. Sebenarnya saat itu kami malas bepergian
dan hanya ingin bersantai di hotel, namun tak setiap hari bisa berlibur ke
Jakarta.
Akhirnya saya pun mulai mencari-cari di internet, lokasi-lokasi yang
bisa dikunjungi di Ancol saat malam hari. Banyak pilihan yang muncul, seperti
misalnya Pantai Ancol, tempat-tempat makan yang didesain atraktif nan kreatif,
juga berbagai tempat tongkrongan. Namun pilihan saya jatuh pada Ancol Beach City Mall (ABCM), sebuah
pusat perbelanjaan di kawasan Ancol yang juga lokasi Alive Museum dan Alive Star
Museum. Kami menuju ke ABCM menumpang taksi yang dipesan oleh resepsionis
hotel. Petugas hotel juga memberi kami brosur terbaru dari Ancol yang berisi
peta Ancol dan jadwal acara-acara yang akan digelar di Ancol. Saat itulah saya
menyadari bahwa kompleks Ancol sangat besar, alangkah nikmatnya jika bisa
menikmati keliling Ancol menggunakan motor. Pastinya lebih puas dan hemat.
Alive Museum
merupakan museum seni grafiti yang dikemas secara tiga dimensi. Sedangkan Alive
Star adalah museum tempat koleksi patung-patung lilin pesohor, tokoh komik, tokoh kartun, dan
tokoh-tokoh dunia. Tiket masuk museum dibanderol Rp100.000,00 per orang untuk
masing-masing museum. Namun jika Anda membeli tiket bundling untuk dua tempat
sekaligus (Alive Star dan Alive Museum), Anda hanya membayar Rp150.000,00 per
orang. Tetap saja terlalu mahal menurut saya, mengingat koleksi museum tidak
terlalu banyak dan detail juga kurang, beberapa patung tokoh juga tidak mirip
aslinya (meski sukses membuat putri saya menangis ketakutan).
Saat itu museum
sedang sepi pengunjung, menambah suasana sedikit mencekam. Perlu diperhatikan,
jika Anda mengunjungi Alive Museum, terdapat lorong bernama Dark Room yang
gelap, dan Horror Zone yang berisi grafiti dan media menyeramkan, tentunya bagi
beberapa anak bukan hal yang menyenangkan. Namun Anda bisa memotong jalan agar
tak melewati kedua lorong ini. Sebelum memasuki pintu Alive Museum, Anda bisa
bertanya pada petugas di pintu masuk letak jalan pintas agar tidak perlu melewati
zona menyeramkan.
Puas mengunjungi
museum, kami makan malam di Kopitiam Oey,
di lantai dasar ABCM. Kebetulan saat itu ada pertunjukan musik di panggung
utama. ABCM merupakan pusat perbelanjaan yang menghadap langsung ke pantai,
panggung terletak tepat di pinggir pantai. Tempat kuliner di sini juga
menyediakan meja dan kursi berada di pinggir pantai, lengkap dengan pasir
putihnya di bawah kaki Anda.
Kami kembali ke
hotel menggunakan taksi yang banyak lalu-lalang dan ngetem di sekitar mall.
Saat tiba di hotel, saya iseng menghampiri petugas keamanan yang berjaga di
pintu lobi hotel dan menanyakan apakah mereka mengetahui tentang lokasi rental
motor. Biasanya para petugas hotel bersedia menyewakan motornya kepada para
turis atau tamu hotel. Dan benar saja, salah seorang penjaga bersedia membantu
saya dan menyewakan motornya untuk esok hari.
Di hotel, kami
menyempatkan diri bersantai di Lobi-Lobi Lounge sambil menikmati segelas mocktail (minuman jus buah segar yang dicampur
dengan soda).
Ocean Dream Samudra (ODS) dan Gondola
Matahari kembali
terbit dan jarum jam menunjuk angka 7. Saya mengajak Si Kecil berenang di kolam
renang hotel. Ada tiga kolam di pool area, masing-masing dengan kedalaman 60 cm
untuk anak-anak; 40 cm untuk tempat seluncuran; dan 140 cm. Semua dilahap
dengan senang oleh putri saya. Kebetulan berenang adalah salah satu aktivitas
kegemarannya.
Sekitar 90 menit
kami berenang sebelum kembali ke kamar hotel dan bersiap menuju Ocean Dream Samudra (ODS). Sebelumnya
kami menemui salah satu petugas keamanan hotel di tempat parkir untuk mengambil
motor. Benar saja, kami lebih santai dan puas berkeliling Ancol menggunakan
motor, apalagi saat itu sebenarnya masih termasuk hari kerja, jadi suasana
Ancol cenderung sunyi.
Setelah
memarkirkan motor di tempat parkir gratis ODS, kami bertiga segera masuk. Tiket
masuk dibanderol Rp160.000,00 per orang sudah termasuk kartu anggota dan
mendapatkan free pass selama setahun.
Untuk menjadi member, petugas akan
mengarahkan kita ke ruangan khusus untuk berfoto.
Suasana masih sunyi (bahkan terlalu sunyi) saat kami memasuki ODS. Namun demikian, pihak ODS tetap menampilkan atraksi sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Untuk mendapatkan jadwal ini, Anda bisa meminta pada petugas loket saat membeli tiket atau melihatnya di beberapa titik yang dipasang dalam kawasan ODS.
Suasana masih sunyi (bahkan terlalu sunyi) saat kami memasuki ODS. Namun demikian, pihak ODS tetap menampilkan atraksi sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Untuk mendapatkan jadwal ini, Anda bisa meminta pada petugas loket saat membeli tiket atau melihatnya di beberapa titik yang dipasang dalam kawasan ODS.
Atraksi-atraksi dalam ODS antara lain Sinema 4D, Pentas Singa Laut, Pentas Lumba-lumba, Underwater Theater (Tornado Fish), Scorpion Pirates, dan lain-lain. Jadwal semua pementasan diatur sedemikian rupa agar tidak bersamaan, artinya para pengunjung dapat menikmati semua pementasan secara berurutan tanpa harus melewatkan satu pun. Jika pun terlewat, pementasan dilakukan beberapa kali, jadi bisa menonton ulang.
Kami bertiga melewatkan pertunjukan Sinema 4D dan Scorpion Pirates karena
kami yakin si kecil pasti tidak bisa menikmati, malahan kami menduga dia akan
menangis ketakutan di dalam ruangan yang gelap dengan sound effect yang kencang, kursi yang berguncang-guncang, dan ledakan bola api. Kami
memutuskan untuk sarapan lebih dulu sebelum mulai melihat atraksi singa laut
dan kawan-kawannya yang jenaka. Bakso malang dan es susu coklat menjadi pilihan
saya pagi itu, sedangkan istri memilih soto ayam dan es jeruk. Putri saya sama
sekali tidak menyentuh tempe gorengnya.
Atraksi singa laut menjadi tontonan pertama kami di ODS. Sebanyak tiga ekor singa laut dan sepasang berang-berang menunjukkan kebolehan dan kecerdasan mereka, seperti memasukkan bola ke dalam keranjang, melompati hoolahoop, bertepuk tangan, berjoget, dan sebagainya. Tingkah-tingkah mereka sangat jenaka. Para penonton sukses dibuat tertawa sekaligus takjub. Sayangnya beruang madumungkin tidak ditampilkan, padahal gambarnya terpasang di dalam panggung.
Atraksi singa laut menjadi tontonan pertama kami di ODS. Sebanyak tiga ekor singa laut dan sepasang berang-berang menunjukkan kebolehan dan kecerdasan mereka, seperti memasukkan bola ke dalam keranjang, melompati hoolahoop, bertepuk tangan, berjoget, dan sebagainya. Tingkah-tingkah mereka sangat jenaka. Para penonton sukses dibuat tertawa sekaligus takjub. Sayangnya beruang madu
Selanjutnya, tentu saja atraksi lumba-lumba yang sangat dinanti-nantikan putri saya. Selain menonton atraksi lumba-lumba, saya juga memesan tiket khusus untuknya agar bisa dicium lumba-lumba, seharga Rp50.000,00. Melihat ekspresi senang dan antusias si Kecil saat bercengkerama dengan mamalia laut tercerdas di bumi, seluruh beban dan penat saya sepertinya hilang begitu saja. Melihatnya gembira merupakan sebuah kebahagiaan tersendiri bagi kami—orang tuanya.
Underwater Theatre (Tornado Fish) menjadi lokasi tujuan kami berikutnya.
Ada akuarium raksasa berisi ratusan ikan kecil (saya lupa jenisnya). Nanti dua
orang penyelam pria dan tiga orang perempuan cantik akan menyelam bersama
ikan-ikan tersebut. Atraksi dimulai dengan ketiga perempuan memainkan
balet/renang indah. Setelah selesai dan keluar kolam, posisi mereka digantikan
oleh dua orang penyelam pria yang berinteraksi dengan ikan-ikan. Tak lama,
ketiga perempuan tadi kembali ke dalam kolam, kali ini dengan rambut tergerai dan mengenakan kostum berekor
ala putri duyung. Pastinya para pria bakalan senang dan sekaligus gemas
menyaksikan aksi-aksi, paras cantik, dan tubuh molek mereka.
Every men's dream |
Makan Siang di Taman Santap Rumah Kayu (TSRK)
Puas menjelajahi
ODS dan mencoba wahana Gondola, kami berkeliling kompleks Ancol dengan
mengendarai motor, bermaksud mencari tempat makan siang yang nyaman. Banyak
tempat makan dan kuliner di Ancol, mulai dari jajanan pinggir jalan yang tetap
dikemas kreatif ala anak muda, hingga rumah makan mewah seperti Bandar
Djakarta, The Pier, Seaside Suki, Jimbaran, juga waralaba seperti A&W dan
McDonald’s. Namun pilihan kami jatuh pada Taman Santap Rumah Kayu (TSRK) yang
letaknya berseberangan dengan wahana Halilintar Dufan. Alasannya, selain
tempatnya yang keren, di sini juga ada sebuah pesawat terbang Boeing 737-400
yang diparkir dan bagian dalamnya dirombak menjadi tempat makan (benar, pesawat
terbang asli). Dari grafis cat pesawat, sepertinya dari maskapai Sriwijaya Air
yang sudah tidak terpakai. Perlu diketahui bahwa ruang kabin ini adalah untuk
tamu-tamu VIP. Untuk bisa makan di dalam kabin, maksimal satu meja harus berisi
empat orang dan minimal pemesanan adalah Rp650.000,00 Jika Anda pikir pesanan
Anda kurang dari itu, cukup menikmati menu di luar pesawat yang juga dikemas
cukup keren, nyaman, dan tentunya asri.
Kami memilih
tempat lesehan yang dekat dengan kolam ikan koki. Setelah memesan makanan
dengan para pelayannya yang super ramah, tak lama kemudian, di meja kami sudah
tersedia nasi putih bakul, Gurami Bakar Saus Madu, Ikan Tenggiri Pindang,
Kangkung Plecing, Es Kelapa Tempurung, Es Susu Soda, dan Es Krim Cup Coklat. Ikan guraminya benar-benar
lembut, segar, dan enak. Bahkan jika Anda termasuk penggemar makanan laut, saya
sangat menyarankan untuk mencicipi hidangan di tempat ini. Di sini juga
menyediakan makanan ikan. Lumayan untuk menghibur putri saya yang sibuk memberi
makan ikan-ikan koki dalam kolam.
Setelah makan siang, kami kembali ke hotel dan beristirahat. Kami menghabiskan malam dengan mengajak si Kecil bermain di Kids World yang letaknya di dekat kolam renang, kemudian bersantai di Lobi-Lobi Lounge menikmati kue-kue yang tersedia. Putri saya juga menikmati jajanan cokelatnya. Setelahnya, kami bertiga pun kembali ke kamar dan tertidur pulas meringkuk di bawah selimut.
Esok harinya,
setelah menyelesaikan proses check out,
kami bergegas menuju ke Terminal 3 Bandara Soetta menggunakan jasa Grab Car.
Kebetulan hari ini bertepatan dengan hari pertama puasa Ramadhan. Tapi saat itu
saya dan istri tidak berpuasa. Kalau istri memang sedang hamil, sedangkan saya
masih merasa kelelahan karena berkeliling Ancol dengan sebagian besar
menggendong si Kecil yang bobotnya sekitar 16 kg. Ditambah lagi dengan
menggendongnya saat di Terminal 3 yang sangat luas. Kami singgah sejenak untuk
makan di Kulinari Food Market yang letaknya berdekatan dengan Garuda Lounge dan
pintu-pintu keberangkatan. Saya cukup menikmati sepiring siomai bandung dan
segelas jus kiwi segar, sedangkan istri memilih nasi uduk dengan ayam goreng
ditemani secangkir english breakfast tea.
Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta |
Dan perjalanan
kembali ke Medan pun kami lalui dengan sangat nyaman. Memang tak ada maskapai
lokal yang bisa mengalahkan kenyamanan dan keramahan khas Garuda Indonesia.
Kami pun menutup liburan kali ini dengan senyuman, meski kelelahan.
Ulasan Singkat tentang Discovery Hotel and Convention (DHC)
Discovery Hotel and Conventions (DHC) merupakan hotel berbintang empat. Faktor utama
kami memilih DHC saat liburan ke Ancol adalah
lokasinya yang berada di kompleks Ancol, tepatnya di sebelah Dufan. Sebenarnya
ada beberapa hotel yang berada di kawasan Ancol, namun pilihan kami jatuh pada DHC
juga karena hotel ini merupakan hotel yang relatif masih baru. Sayangnya saat
kami menanyakan tentang fasilitas antar-jemput bandara, pihak hotel mengatakan
bahwa fasilitas tersebut dikenakan biaya Rp300.000,00 harga yang tidak masuk
akal menurut saya, karenanya kami memilih layanan Grab Car yang hanya membayar
Rp85.000,00 (sudah termasuk ongkos tol).
Saat memesan
kamar di DHC, Anda akan mendapatkan free pass untuk masuk ke Ancol yang
dikirimkan melalui surat elektronik. Free pass ini berlaku untuk dua orang
dewasa dan satu kendaraan. Saat Anda memasuki gerbang Ancol, tunjukkan saja
free pass ini pada petugas yang berjaga di loket. Petugas akan menghubungi
pihak hotel untuk mengkonfirmasi. Jika sesuai, Anda akan dipersilakan masuk.
Sekadar catatan: Jika Anda menumpang Grab atau layanan sejenis, jelaskan saja
bahwa sopirnya adalah sopir Grab. Seharusnya petugas loket akan mempersilakan masuk
tanpa mengenakan biaya tambahan.
Kesan pertama
saat tiba di lobi adalah, para petugas keamanan yang ramah dan tanggap membawakan
koper kami. Selain itu, lobinya juga luas dengan pencahayaan alami yang terang
karena terdapat banyak jendela yang menghadap ke kolam renang. Ada Lobi-Lobi
Lounge di tengah ruangan yang siap menjamu Anda dengan welcome drink. Di sini juga menjual berbagai macam makanan dan
minuman ringan. Kesan mewah dan lembut langsung terasa begitu memasuki lobi. Untuk melihat desain arsitektur DHC dengan lebih jelas dan lengkap, silakan kunjungi website-nya. Sayangnya resepsionis yang bertugas mengurus proses check in kurang ramah, padahal setahu saya konsep hotel ini
mengusung tema “Keramahan ala Betawi”. Saya tidak tahu apakah standar keramahan
orang Betawi seperti itu.
Karena check in
masuk kamar hanya bisa dilakukan pukul 14.00 WIB, kami hanya menitipkan tas
pada pihak hotel dan langsung bergegas menuju Seaworld. Tengah hari—sekitar
pukul 13.00 WIB, saat makan siang di Solaria, kami menelepon hotel dan
menanyakan apakah sudah bisa check in,
ternyata pihak hotel mengatakan tidak bisa check
in lebih cepat karena kamar belum selesai dibersihkan. Alhasil kami sempat
menunggu selama sekitar 30 menit agar bisa masuk kamar.
Kami memesan
kamar tipe Deluxe. Letaknya ada di lantai 6. Kunci pintu menggunakan scan card (tak perlu digesek atau
dimasukkan—cukup modern). Kondisi kamar yang kami pesan sesuai pesanan—tempat tidur double
berukuran besar, dan menghadap ke Dufan. Wahana Bianglala dan Hysteria cukup jelas terlihat. Kamarnya cukup luas dan bersih, namun
sayang pemilihan warnanya monoton. Sprei, bed cover dan sarung bantal berwarna
putih polos, sedangkan dinding berwarna krem, senada dengan warna lantai.
Satu-satunya aksen berwarna terdapat pada sepasang bantal duduk berwarna
merah-jingga dan furnitur-furnitur kayu. Ada sebuah lukisan terpajang di
dinding, saya tak tahu lukisan apa, mungkin beraliran abstrak. Keberadaannya
masih tidak bisa menghilangkan kesan membosankan. Terdapat sebuah kulkas kecil
di bawah lemari yang sayangnya tak cukup dingin (saya sempat mengira rusak).
Kamar mandi juga tak terlalu besar dengan amenities
standar, tak ada bathtub. Lantainya
sangat dingin, tak ada karpet. Bahkan suhu di kamar sudah dingin tanpa air conditioner (AC) sekalipun. Hampir
sepanjang waktu saat berada dalam kamar, AC kami matikan karena memang sudah
dingin. Saat bangun tidur sore hari, putri saya turun dari tempat tidur dan
langsung menjerit saat menginjak lantai yang sangat dingin. Sandal hotel harus
selalu dikenakan saat berada di kamar. Akses Wi-Fi disediakan di setiap kamar.
Saat check in, selain menyerahkan key card, petugas juga akan memberikan
sebuah kartu bertuliskan ID dan password untuk Wi-Fi kamar, koneksinya
lumayan kencang.
Kiri: Pemandangan Dufan dari jendela kamar di lantai 6. Kanan: Istri dan putri saya di tempat tidur kamar hotel |
Kolam renang
terletak di lantai dasar dengan konsep outdoor.
Seperti yang saya tuliskan di atas, terdapat tiga kolam dengan kedalaman
berbeda. Air kolam renang jernih, petugas dengan sigap meminjamkan handuk saat
melihat ada tamu yang berenang. Air kolam juga tidak terlalu dingin, jadi
setelah keluar dari kolam, kita tak akan menggigil, mungkin juga karena faktor
cuaca saat itu yang cukup cerah.
Kids World
terletak di dekat kolam renang. Jam operasionalnya pukul 08.00 s.d. 20.00 WIB.
Saat malam hari putri saya bermain di sini, suasananya sunyi, bahkan anak lain
yang tadinya menemani hanya sebentar saja. Banyak mainan disediakan di Kids
World seperti Lego, puzzle, perangkat mewarnai, boneka, hingga permainan
komputer dan X-Box. Disediakan juga sebuah televisi berukuran 42 inci di ujung
ruangan dengan kursi santai untuk anak-anak berbentuk karakter film kartun.
Semua perangkat elektronik hanya boleh digunakan untuk anak berusia 7-12 tahun,
rencana saya untuk bermain X-Box pun pupus. Sayangnya koleksi mainan di Kids
World banyak yang rusak dan tidak tertata rapi, selain itu pencahayaan juga
kurang. Seharusnya zona anak dibuat seterang mungkin. Selain itu
jendela-jendela di sekitar Kids World menghadap ke kebun yang gelap gulita, di
malam hari mungkin bisa membuat anak-anak takut.
Kelebihan dan
kekurangan DHC lebih lanjut akan saya uraikan sebagai berikut:
Kelebihan:
- Lokasi hotel sangat strategis karena berada di dalam kompleks Ancol, tepatnya bersebelahan dengan Dufan;
- Lobi hotel luas, bersih, modern, dan tentu saja nyaman;
- Respons pihak hotel terhadap jenis pesanan kamar kami sangat baik. Semua diberikan seperti permintaan, seperti tempat tidur berukuran double, dan menghadap ke Dufan;
- Kebersihan kolam renang terjaga, termasuk air yang bersih;
- Kamar sejuk di siang hari meski tak mengaktifkan AC;
- Tempat tidur double-nya juga sangat nyaman;
- Para petugas keamanan ramah dan tanggap dalam membantu tamu.
Kekurangan:
- Kamar tidak bisa meredam suara dari luar dengan baik. Suara teriakan-teriakan pengunjung dari Dufan maupun obrolan dari luar kamar terdengar hingga ke dalam kamar. Bahkan saat kami berjalan di lorong, suara orang di dalam kamar juga terdengar hingga ke lorong;
- Lemari es di kamar yang kami tempati sudah tidak dingin;
- Charge untuk fasilitas layanan antar-jemput bandara sangat mahal hingga Rp300.000,00 Di saat banyak hotel lain menggratiskan jenis layanan ini, seharusnya menjadi bahan evaluasi pihak DHC;
- Kebalikan dari petugas keamanan, petugas hotel/resepsionis kurang ramah dan pelit senyum. Dua kali saya berpapasan di tangga dan di lorong, keduanya memalingkan wajah. Inikah yang dimaksud dengan “Keramahan ala Betawi”?;
- Tak ada sarana transportasi dari hotel untuk berkeliling Ancol. Bahkan pihak hotel juga tidak berinisiatif untuk memberikan penjelasan bagaimana berkeliling Ancol. Saya menyewa motor atas inisiatif sendiri.;
- Pencahayaan di Kids World kurang terang dan koleksi mainan banyak rusak dan tidak terawat.
Silakan lihat lebih banyak koleksi foto dan video liburan ke Ancol di laman Instagram saya.
Tulisan terkait: Cerita Liburan Long Weekend di Kota Bandung Bersama Keluarga
Komentar
Posting Komentar
Setiap bentuk penyalinan (copying) blog ini harus menyertakan link/URL asli dari Blog CECEN CORE.