Touring Ninjers Independen Keliling Danau Toba, 14-15 Januari 2012

Bagaimana jadinya bila sekumpulan Ninjers—pembesut motor Kawasaki Ninjapenggila touring dari tiga klub motor Ninja terbesar se-Kota Medan dan Kota Binjai disatukan dan membuat kegiatan touring bareng Ninjers independen? Jawabannya ada pada 20 orang peserta yang berpartisipasi mengikuti Touring Ninjers Independen Keliling Danau Toba yang diselenggarakan tanggal 14-15 Januari 2012 lalu. PAYAH DIBILANGdua kata yang mewakili perasaan puas tak tergambarkan dan kesan tak terlupakan dari para anggota tim. Dua puluh peserta touring terdiri atas 17 riders ditambah dengan tiga orang boncengers. Lima belas riders merupakan Ninjers. Dua sisanya membesut motor Kawasaki KLX.

Touring kali ini diberi tajuk ‘Ninjers Independen’ karena kami—para peserta touring—sepakat bahwa touring ini diselenggarakan bukan atas nama klub dan tidak membawa atribut klub masing-masing. Touring ini adalah kegiatan yang dilakukan untuk melampiaskan perasaan kangen akan touring dan kebersamaan sebagai sebuah keluarga kecil yang disebut "brotherhood", serta ajang penyaluran hobi penggila motor Kawasaki Ninja yang juga 'haus' touring.

Touring ini juga merupakan salah satu ajang silaturahmi nonformal di antara para Ninjers Kota Medan dan Kota Binjai. Tak tanggung-tanggung, para anggota tim berasal dari tiga klub motor terbesar di Kota Medan dan Kota Binjai, yaitu Ninja Medan Community (NMC), Kawasaki Motor Club (KMC) Binjai, dan Kawasaki Ninja Motor Club (Kanimocu) Medan, serta beberapa Ninjers Independen (tanpa klub) sebagai penyelenggara dan penanggungjawab—termasuk saya. Namun sekali lagi, pelaksanaan touring kali ini disepakati tanpa mengenakan atribut klub. Ninjers yang tergabung dalam sebuah klub harus menanggalkan jabatannya dalam klub dan melebur menjadi satu dengan para Ninjers independen. Melalui cara ini, diharapkan semua anggota tim bisa melebur dan semakin akrab. Pada akhirnya, hal ini memang terbukti dan tujuan pun tercapai.

Jumat malam, 13 Januari 2012. Beberapa anggota tim bermalam di rumah saya untuk mengejar waktu keberangkatan lebih awal keesokan pagi. Rencana awalnya, tim berangkat pukul 08.00 WIB. Namun ada beberapa kendala yang membuat waktu keberangkatan molor hingga dua jam. Diantaranya, harus menunggu kedatangan beberapa anggota tim yang tidak bermalam di rumah.

Tepat pukul 09.00 WIB, tim yang terdiri dari 19 orang telah berkumpul di rumah pasangan saya—Epi Friesta Dewi Hasibuan—untuk sarapan bersama sebelum memulai perjalanan. Semangat kebersamaan mulai terasa saat tim berkumpul dan menyantap menu sederhana namun lezat hasil masakan tuan rumah. Diantaranya adalah telur dadar, mie instan, dan menu kesukaan saya—dadar jagung. Sarapan ini cukup memberi energi untuk melakukan perjalanan hingga siang hari. Setelahnya, tim melakukan briefing singkat, berfoto, dan berdoa bersama sebelum akhirnya melakukan start pukul 10.00 WIB.

Tim Touring Keliling Danau Toba
Tim berfoto bersama sebelum memulai perjalanan


Start baru dimulai sebelum insiden pertama menimpa tim, tepatnya saat mur dan baut kaliper rem depan motor saya terlepas dan hilang di perjalanan sehingga memaksa saya harus berhenti dan memasang mur dan baut kaliper baru. Dengan bantuan Bro Reza—yang selama pelaksanaan touring menjadi mekanik tim—dan Bro Rere, akhirnya masalah pun terselesaikan.

Perjalanan kami pun dilanjutkan, sedikit menggeber gas lebih dalam karena target tim adalah menyeberang ke pulau Samosir dengan kapal feri pukul 14.00 WIB. Kecepatan rata-rata saat itu 90-100 km/jam. Tim sempat beristirahat di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) dekat Kota Tebing Tinggi sambil memperbaiki masalah klep dan oli motor Kawasaki KLX milik Bro Tanta yang kemungkinan terjadi akibat suhu mesin overheat, sekaligus menunggu kedatangan Bro Dika yang menyusul dari Kota Binjai.

Saat melintasi areal perkebunan kelapa sawit menuju Kota Pematangsiantar, kecepatan saat itu mencapai 130-150 km/jam, terjadi insiden kedua sekitar pukul 13.00 WIB, saat piston motor Bro Nalom terkunci (jammed) di kecepatan tinggi. Piston jammed itu membuat putaran ban belakangnya terkunci dan bagian belakang motor bergerak liar. Untungnya, jam riding yang tinggi membuat Bro Nalom tetap tenang mengarahkan motornya ke bahu jalan lalu menjatuhkan diri dan motornya ke semak-semak di sisi jalan. Kerusakan yang ditimbulkan pun minimalis, ‘hanya’ sepatbor depan pecah dan setang kemudi miring. Kaki kirinya menderita bengkak dan lecet di sekitar engkel. Tentunya bisa jauh lebih buruk apabila motor terjatuh di lintasan aspal.

Setelah memastikan kondisi Bro Nalom dan motornya masih dalam kondisi layak jalan, tim pun melanjutkan perjalanan dengan lebih berhati-hati. Tim memutuskan untuk singgah di bengkel resmi Kawasaki di Kota Pematangsiantar untuk memperbaiki masalah teknis yang menimpa Bro Tanta dan Bro Nalom. Jarum jam menunjuk pukul 14.00 WIB saat itu. Target mengejar kapal feri pukul 14.00 WIB pun meleset. Tim merubah target dan memutuskan mengejar penyeberangan kapal feri selanjutnya pukul 16.00 WIB.

Tim melanjutkan perjalanan melalui jalur lintas Kota Pematangsiantar menuju Kota Parapat. Target waktu satu jam menjadi buyar saat hujan deras mengguyur dan memaksa tim harus berteduh di sebuah kedai kopi di areal perkebunan kelapa sawit. Kesempatan ini digunakan tim untuk beristirahat dan berdiskusi antara sesama anggota dengan ditemani oleh segelas teh manis panas untuk masing-masing personil.

Saat asyik berdiskusi, tim baru menyadari bahwa salah satu anggota, yaitu sweeper yang betugas mengawal di bagian paling belakang konvoi—Bro Dendek—tidak terlihat. Tim sempat cemas saat jalur komunikasi via telepon genggam dengannya tak kunjung tersambung. Akhirnya didapat kabar melalui pesan singkat (SMS) bahwa ia juga sedang berteduh di sebuah kedai durian yang berada tak jauh di belakang kedai yang tim gunakan untuk berteduh. Perasaan lega pun terasa. Sekitar setengah jam waktu yang ‘terbuang’ untuk berteduh, sebelum akhirnya hujan reda dan tim melanjutkan perjalanan setelah Bro Dendek bergabung kembali dalam kelompok.

Konvoi dalam perjalanan menuju Kota Parapat sempat terpecah menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama/terdepan memacu motornya dengan kecepatan tinggi dan merupakan kelompok dengan jumlah riders terbanyak, kelompok kedua/tengah hanya terdiri atas dua riders—saya bersama Bro Nalom. Saat itu saya sengaja mengawal Bro Nalom dari belakang mengingat kondisinya kurang fit setelah terjatuh. Kelompok ketiga berada di barisan paling belakang, kemungkinan terlambat karena terhambat oleh lintasan aspal yang tidak rata dan licin akibat hujan.

Jarum jam tangan saya menunjuk pukul 16.15 WIB saat semua anggota tim tiba di depan pintu gerbang areal wisata Danau Toba Kota Parapat. Bro Dodol sebagai koordinator tim langsung menunjuk Bro Rere untuk membeli nasi bungkus sebagai bekal makan tim, dan menunjuk Bro Adam untuk memesan tiket penyeberangan di Pelabuhan Ajibata.

Sempat terjadi miss komunikasi diantara para anggota tim saat memasuki gerbang areal wisata Danau Toba dan terjadi pula ketegangan antara tim dengan petugas penjaga loket/gerbang. Saat itu petugas penjaga loket mematok harga tiket masuk yang terlampau tinggi/di atas harga normal. Bro Dodol dan beberapa anggota lain sempat beradu mulut dengan para petugas penjaga loket, sebelum akhirnya anggota yang lain melerai. Bro Rocky, Bro Ariel, dan Bro Rere bernegoisasi dengan petugas loket mengenai harga tiket masuk, sementara anggota yang lain menunggu.

Saat mereka bertiga bernegoisasi, koordinator tim—Bro Dodol—dan beberapa anggota yang lain bergegas menuju ke Pelabuhan Ajibata. Sementara saya dan empat orang anggota yang lain tetap tinggal. Kami berlima memutuskan menunggu ketiga rekan kami yang sedang bernegoisasi. Setelah membayar harga tiket masuk untuk seluruh anggota, kami berdelapan bergegas menyusul rekan-rekan yang lain.

Sungguh sial sore itu karena ternyata kapal feri yang hendak kami tumpangi telah terisi penuh dan siap berlayar, bahkan kapal itu juga telah mengangkut rombongan tim yang tadinya mendahului kami saat masih bernegoisasi di loket. Para petugas kapal mengatakan, kami masih bisa menyeberang dengan menggunakan kapal motor kecil. Saya sendiri sempat merasa kecewa dengan koordinator tim yang tega meninggalkan sebagian anggotanya di belakang, padahal kami tertinggal untuk mengurus administrasi demi kepentingan semua anggota tim. Seharusnya demi prinsip brotherhood dan kebersamaan, sekalian saja semua anggota menyeberang dengan kapal motor kecil atau menunggu penyeberangan kapal feri selanjutnya.

Untungnya setelah Bro Dodol dibantu dengan rekan-rekan yang lain bernegoisasi dengan para petugas kapal, disepakati bahwa motor tim yang tertinggal—termasuk motor saya—bisa diangkut walaupun harus sedikit ‘dipaksakan’. Hasilnya, motor anggota tim yang tertinggal diangkut di bagian pintu haluan kapal. Pintu ini biasanya ditutup demi keamanan dan kenyamanan penumpang dan kendaraan. Kondisi ini membuat para anggota merasa waswas dan khawatir jika saja motor mereka tercebur ke perairan danau Toba. Sekitar pukul 17.30 WIB, kapal feri yang kami tumpangi berlayar menuju Pulau Samosir.

Motor Ninja di atas feri ke Pulau Samosir
Kondisi seperti ini yang membuat saya dan beberapa rekan merasa waswas dan khawatir selama berada di atas kapal feri dalam penyeberangan menuju pulau Samosir


Pukul 18.10 WIB, perasaan lega saya rasakan saat kapal bersandar di pelabuhan Samosir. Tim langsung bergegas melanjutkan perjalanan melintasi jalanan Pulau Samosir yang kecil namun memiliki lintasan aspal yang cukup bagus dan rata. Pemandangan yang sungguh luar biasa indah di sisi jalan—hamparan sawah serta perbukitan hijau menguning diterpa mentari sore di sisi kiri dikombinasikan dengan pemandangan perairan Danau Toba yang berwarna hijau gelap berkilauan di sisi kanan—membuat tim bersemangat. Pemandangan indah seperti ini ditambah dengan udara yang bersih dan sejuk mampu membuat beban pikiran kami seakan lenyap, berganti dengan perasaan damai, bahagia, dan tenang. Subhanallah! Inilah salah satu tujuan dari touring wisata: bisa dijadikan ajang refreshing/penyegaran kembali setelah disibukkan dengan rutinitas pekerjaan atau perkuliahan sehari-hari. Bagi saya pribadi, sudah beberapa kali saya melakukan touring ke Pulau Samosir, namun keindahan Danau Toba sampai kapanpun akan selalu membuat takjub dan tak akan pernah membosankan.

Kembali ke perjalanan, tim memutuskan beristirahat di sebuah kedai untuk menyantap menu nasi bungkus bekal perjalanan dari Kota Parapat, sementara Bro Dodol dan Bro Deden melakukan survei penginapan yang akan digunakan tim untuk bermalam. Menu nasi bungkus yang sederhana semakin membuat suasana kebersamaan semakin terasa. Tak ada lagi istilah ketua klub, wakil ketua, sekretaris, bendahara, atau anggota di sini. Hanyalah kami—sekumpulan Ninjers penggila petualangan yang berbaur menjadi satu dalam semangat persaudaraan sama rata dan tanpa kesenjangan. Apapun profesi dan pekerjaan kami, apapun status yang kami sandang sehari-hari, kali ini kami duduk dalam satu meja, menyantap menu nasi bungkus dengan lauk telur rebus dan sambal goreng tempe.

Setelah mendapat kabar melalui telepon genggam dari Bro Dodol yang sudah mendapatkan penginapan dan menunggu di sana, anggota tim yang lain segera menyusul. Kami menyusuri jalanan di Pulau Samosir sesuai instruksi Bro Dodol. Lima belas menit perjalanan dari tempat kami beristirahat menuju Hotel Barbara—tempat tim bermalam—yang berlokasi di Desa Ambarita. Saat itu pukul 19.10 WIB. Tim memesan tiga kamar yang letaknya bersebelahan. Kondisi badan yang lengket karena keringat akhirnya segar setelah saya mandi, sementara Bro Dodol sibuk menyiapkan bekal ayam, bumbu, dan perlengkapan untuk acara bakar-bakar malam hari yang telah dibawanya dari Kota Medan. Tak lupa, kombinasi cocktail Bacardi, Baileys, dan Bir Bintang ala bartender Dodol ikut disiapkan untuk menghangatkan suasana malam yang dingin.

Bisa ditebak, malam itu acara penuh dengan kesenangan ala Ninjers. Hotel ini serasa milik seluruh anggota tim. Kami menguasai kamar, arena biliar, bahkan bar hotel. Hentakan musik house club mampu membuat sebagian anggota tim bergoyang mengikuti iramanya. Saat mereka sibuk bergoyang dan menikmati ramuan cocktail ala Bro Dodol, sebagian tim memilih menyiapkan perangkat bakar-bakar.

Bro Deden berperan sebagai koki dadakan yang bertanggungjawab memasak menu ayam bakar untuk seluruh anggota tim. Sekali lagi, semua dilakukan tanpa paksaan dan terbukti bahwa tak ada kesenjangan di antara para anggota tim, kami semua melebur menjadi satu dan semua dilakukan demi kepentingan bersama. Saya sendiri selalu kalah dalam permainan biliar.

Sayangnya malam itu ada seorang anggota tim yang tak bisa mengikuti rangkaian kegiatan malam hari yang menyenangkan. Bro Nalom terbaring di kamar karena demam akibat pembengkakan pada kakinya. Tim segera mendatangkan tukang pijat dari pihak hotel. Tak lupa, nasi ayam bakar juga kami sediakan untuk rekan kami yang malang itu. Dinginnya malam yang semakin larut tak mampu menyurutkan semangat tim, bahkan musik house club yang diputar semakin kencang, goyangan badan semakin cepat mengikuti iramanya, hingga tak terasa bekal ayam yang dibawa Bro Dodol pun ludes dilahap, padahal perut minta terus diisi. Akhirnya, diputuskan membeli dua ekor ikan mujahir berukuran besar untuk disantap bersama. Sekali lagi, Bro Deden menjadi penanggung jawab urusan dapur, namun kali ini saya, Bro Ewin, Bro Steven, dan Bro Probo ikut membantu. Saat makan bersama pun suasana keakraban dan kebersamaan kembali terasa. Semua anggota tim bersama-sama menyantap menu nasi ikan mujahir bakar yang digabungkan ke dalam satu nampan, namun tanpa melupakan jatah Bro Nalom yang saya antarkan ke kamarnya. Benar-benar perasaan yang luar biasa, semua anggota tim membumi dan melebur menjadi satu.

Tim bakar ikan saat malam
Bakar-bakar ayam dan ikan menjadi salah satu rangkaian acara malam yang diikuti oleh tim di areal hotel

Tim makan malam bersama
Acara makan bareng seperti ini bisa memupuk semangat solidaritas, kekompakan, dan kebersamaan antar anggota tim



Selepas makan malam, tim berdiskusi dan mengobrol dalam suasana yang tetap rileks sebelum akhirnya memutuskan untuk beristirahat dan melanjutkan perjalanan esok hari dengan lintasan yang lebih ekstrim dari sebelumnya. Jarum jam menunjuk pukul 01.00 WIB saat saya memutuskan untuk tidur berselimut tebal dalam kamar hotel. Udara dingin Danau Toba benar-benar 'menusuk' malam itu.

Minggu, 15 Januari 2012 

Pukul 06.00 WIB. Saya mulai membuka mata ketika mendengar beberapa anggota tim dari kamar sebelah mengobrol dan bercanda di teras kamar hotel. Dugaan saya saat itu, mereka pasti menyaksikan paduan keindahan pemandangan Danau Toba dengan cahaya matahari yang baru terbit dari balik perbukitan. Sebenarnya saya juga ingin sekali menyaksikan kesempatan yang langka itu, namun dinginnya udara pagi hari mengalahkan keinginan saya. Baru sejam kemudian, saya bergabung bersama mereka. Tentunya matahari sudah meninggi.

Roti tawar dan selai markisa telah tersedia di meja tamu untuk sekedar mengisi perut. Segera saja saya membuat dua potong roti isi dan memesan segelas teh manis hangat untuk Bro Nalom yang sepertinya kondisi pagi itu lebih baik dari malam sebelumnya. Setelahnya, tim lebih banyak menghabiskan waktu dengan berkumpul di bar hotel. Berbeda dengan malam sebelumnya, kali ini tak ada alkohol maupun hentakan musik house club. Hanya kami, si ‘Opa’ pemilik hotel, dan segelas teh manis hangat untuk masing-masing personil.

‘Opa’, begitu tim memanggilnya, adalah pemilik hotel yang ramah. Opa mempunyai sembilan orang anak yang telah beranjak dewasa. Hari-harinya dihabiskan untuk mengurus hotel. Saat tim berpesta malam harinya di bar hotel, ia juga turut menemani meski tanpa alkohol (saya pribadi sih menduga bahwa sebenarnya Opa hanya ingin mengawasi atau memastikan bahwa kami tidak berbuat onar, mengingat isu dan image geng motor yang belakangan marak dan sering membuat onar di Kota Medan).

Ada cerita menarik saat tim sedang asyik mengobrol di bar hotel, seorang turis asing (bule) asal Austria yang juga tamu hotel meminta bantuan tim karena bermasalah dengan telepon genggamnya yang tak bisa digunakan untuk melakukan panggilan internasional ke Filipina. Bagian lucunya, hampir semua anggota tim tidak memahami bahasa Inggris yang diucapkannya. Kebetulan hari itu ada Bro Chandra ‘Bebes’ yang sedikit mengerti tentang telepon genggam. Dengan kemampuan Bro Bebes dan saya sebagai penerjemah, akhirnya masalah si bule pun terselesaikan. Ini salah satu bukti bahwa walaupun kami Ninjers dan penampilan kami seram, namun kami bukanlah geng motor. Malahan, kami sangat menentang keberadaan geng motor yang meresahkan masyarakat. Ini juga menunjukkan bahwa bahasa Inggris sebagai bahasa utama komunikasi internasional juga sangat penting di era globalisasi seperti saat ini, termasuk di bidang turisme/kepariwisataan. Lagipula, kapan lagi saya bisa melatih kemampuan bahasa Inggris saya langsung kepada native speaker?

Selepas acara minum teh bareng, beberapa anggota tim memilih untuk menikmati dinginnya perairan Danau Toba. Saya dan beberapa rekan lain berenang di perairan sekitar hotel. Saya sendiri tidak bisa berlama-lama berenang karena badan saya alergi dengan air kotor dan udara dingin. Sepuluh menit berada dalam perairan Danau Toba sudah cukup membuat seluruh badan saya me-merah dan gatal-gatal. Segera saja saya menepi dan mengeringkan badan sambil mengawasi rekan-rekan lain yang masih berenang.

Tak terasa, tengah hari menjelang. Selepas makan siang bersama di resto hotel, tim bersiap melanjutkan perjalanan. Sebelumnya tim sempat melakukan briefing, doa, dan foto bersama. Dalam briefing yang dipimpin oleh Bro Dodol, diputuskan bahwa Bro Nalom yang masih belum fit kondisinya akan menjadi boncenger dengan Bro Steven. Motor Bro Nalom sendiri akan dikemudikan oleh Bro Febri 'Ebot'.

Dalam briefing, juga sempat membahas mengenai isu yang kami dengar saat berada di atas kapal feri dalam penyeberangan sehari sebelumnya. Beberapa hari sebelum kami tiba, ada rombongan klub motor yang melewati jalur yang akan kami lewati dalam perjalanan menuju Puncak Tele nantinya. Rombongan itu menabrak seorang anak kecil warga setempat lalu melarikan diri. Sejak itu, masyarakat daerah tersebut menjadi waswas dan sinis terhadap rombongan motor yang melintas. Bro Dodol menginstruksikan kepada para anggota tim untuk berhati-hati, menjaga etika di jalan, tidak urakan, tidak menggeber-geber gas, dan tentunya menghargai pemakai jalan lain. Selepas briefing, Bro Ewin memimpin doa bersama. Tepat pukul 12.30 WIB, tim melakukan check out dari hotel dan melanjutkan perjalanan dengan diselimuti sedikit rasa waswas akibat isu tabrak lari.

Cecen Core, Probo, & Deden
Saya, Bro Probo, dan Bro Deden berfoto bersama di tepian danau Toba yang berada di areal hotel

Tim Touring Keliling Danau Toba
Tim berfoto bersama 'Opa' pemilik hotel (tengah) saat hendak meninggalkan hotel tempat tim bermalam


Cecen Core



Perjalanan menuju puncak Tele dilalui dengan kecepatan sedang. Pemandangan indah hamparan sawah dan perbukitan di sisi kiri jalan, serta hijaunya warna air Danau Toba di sebelah kanan lebih mirip pantai dengan ombak-ombak kecilnya yang menyapu tepian danau. Terkadang kami juga melalui makam/kuburan adat Batak. Kami menduga kuburan-kuburan batu itu berumur ratusan atau puluhan tahun dan sebagian merupakan kuburan moyang atau sesepuh.

Ternyata hal sebelumnya tentang sinisme masyarakat yang saya khawatirkan tidak pernah terjadi. Masyarakat setempat malah menyambut kami dengan ramah. Tim juga membalas ‘sambutan’ mereka dengan keramahan ala bikers, beberapa anggota tim menyambut lambaian tangan anak-anak kecil yang merasa riang melihat rombongan motor kami. Dalam perjalanan, tim sempat singgah di perkampungan tradisional Batak dan berfoto. Rumah-rumah adat di kampung Batak ini masih asli dan tetap berdiri kokoh, walaupun beberapa bagian kayunya mulai terlihat rapuh. Secara keseluruhan, boleh dibilang, perjalanan saat itu dilalui tanpa masalah... sebelum akhirnya kami mencapai daerah Puncak Tele.

Cecen Core

Lintasan ekstrim dengan kombinasi tikungan-tikungan tajam, tanjakan curam, dan hembusan angin kencang dari pepohonan di perbukitan sisi jalan sedikit menyulitkan tim. Kencangnya hembusan angin membuat motor-motor kami beberapa kali harus oleng, selip, dan terbawa angin. Saya sendiri setidaknya tiga kali terbawa angin, sekali saat menikung yang menyebabkan saya melebar dan hampir keluar jalur. Jurang terjal mengintip di sisi lain jalan. Selain itu, bebatuan kecil hingga berukuran sebesar kepala anak kecil juga berserakan di beberapa bagian jalan. Tercatat motor saya sempat sekali terpental karena melindas batu berukuran dua kali bola tenis yang berada di tengah jalan. Saat berkonvoi, terkadang hal ini sangat membahayakan karena jalur yang rapat antara motor yang satu dengan yang lain, atau adanya bebatuan dan jalan berlubang yang tak terlihat. Hembusan angin kencang juga menimbulkan korban, yaitu seorang wanita yang telah terjatuh dari atas motornya saat kami melintasinya. Saat berada di daerah Tomok, Bro Deden juga sempat melihat hembusan angin kencang yang menerbangkan atap rumah seorang warga.

Dua jam setelah melakukan perjalanan ekstrim, tim memutuskan beristirahat di sebuah areal peristirahatan yang berada di puncak Tele. Saat itu sekitar pukul 14.30 WIB. Sebagian besar rekan saya memilih untuk menikmati pemandangan dan berfoto dari puncak Menara Pandang Tele. Saya sendiri bersama Bro Steven dan beberapa rekan lain memilih menikmati teh manis panas dan telur rebus sambil nongkrong di sebuah kedai.

Udara sejuk kompak berpadu dengan pemandangan alam berupa hamparan Danau Toba di bawah sana. Di antara perbukitan yang jauh, saya juga melihat beberapa air terjun yang sepertinya juga merupakan lokasi wisata. Saat melihat Danau Toba yang terhampar indah di bawah perbukitan, saya menjadi ngeri saat membayangkan bagaimana danau seluas ini bisa terbentuk.

Berjuta tahun yang lalu, saat Gunung Toba meletus, seluruh dunia dilanda kegelapan dan diselimuti awan panas. Letusan ini juga mengubah iklim dunia. Saya semakin ngeri membayangkan apabila Gunung Toba meletus kembali karena menurut para peneliti di sebuah acara film dokumenter yang pernah saya tonton, masih ada kemungkinan bahwa letusan yang sama akan terulang. Letusan yang menyebabkan Danau Toba akhirnya terbentuk ini sampai sekarang masih tercatat sebagai letusan terkuat yang pernah terjadi sepanjang masa di alam semesta.

Walaupun sejarah juga mencatat bahwa letusan Gunung Tambora di Provinsi Nusa Tenggara Barat yang terjadi pada bulan April tahun 1815 lalu merupakan yang terdahsyat dalam sejarah. Sekali lagi, perlu digarisbawahi: ‘dalam sejarah’. Letusan Gunung Toba berjuta tahun yang lalu belum masuk dalam sejarah karena masih berada di era purbakala. Hal ini sesuai dengan definisi ‘Sejarah’ itu sendiri menurut W.J.S Poerwadarminta dalam bukunya, Kamus Besar Bahasa Indonesia, yaitu: 1. Kesusasteraan Lama, asal-usul (keturunan) silsilah; 2. Kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau; riwayat; tambo. Sejarah dan kesusasteraan sendiri mengacu pada zaman setelah dikenalnya tulisan oleh manusia. Jadi letusan Gunung Toba masuk dalam era sebelum sejarah, biasa disebut dengan ‘Prasejarah’ atau 'Purbakala'.

Istirahat di Puncak Tele
Tim beristirahat di sebuah areal peristirahatan di daerah Tele setelah melewati jalur ekstrim dan hembusan angin kencang

Pemandangan Danau Toba dari Tele
Beginilah salah satu foto pemandangan hamparan danau Toba dilihat dari sebuah sudut tempat tim beristirahat di Tele


Setengah jam masa istirahat dan pendinginan mesin usai, tim kembali melanjutkan perjalanan melalui lintasan ekstrim, hembusan angin kencang, dan jalur aspal yang bergelombang. Di perjalanan menuju Kota Sidikalang kali ini, tim terpecah menjadi empat kelompok. Kelompok terdepan terdiri atas Bro Ewin, Bro Probo, dan dua orang rekan lain yang saya lupa siapa tepatnya. Kelompok kedua merupakan yang terbanyak. Sedangkan kelompok ketiga terdiri atas Bro Steven + Bro Nalom, saya, dan Bro Rocky + Bro Ariel. Kelompok terakhir terdiri atas Bro Dodol, Bro Deden, Bro Adam, dan lainnya.

Setelah beberapa lama melakukan perjalanan, kelompok kedua memutuskan berhenti karena Bro Dika mengalami masalah dengan bagian belakang motornya yang dirasakan bergoyang (pada akhirnya saya menyimpulkan hal itu lebih disebabkan karena keletihan yang dialami Bro Dika atau beban overweight di jok belakang motor, mungkin juga akibat kondisi aspal jalan yang tak rata). Kelompok ketiga pun bergabung dengan kelompok kedua. Ternyata hampir setengah jam, kelompok terakhir belum terlihat juga. Belakangan baru diketahui bahwa motor Bro Adam mengalami masalah pada busi. Untungnya saat itu Bro Nalom membawa busi cadangan. Dengan bantuan Bro Reza yang bertindak sebagai mekanik, masalah pun terselesaikan. Pukul 16.00 WIB, seluruh anggota tim melanjutkan perjalanan menuju ke rumah Bro Rizal yang telah menunggu kami di Kota Sidikalang.

Diperlukan waktu sekitar satu setengah jam untuk menuju ke rumah Bro Rizal. Di sana, 20 buah durian telah menunggu disantap. Sambil menggelar tikar di halaman rumah Bro Rizal, tim menyantap durian bersama-sama dalam suasana kesederhanaan yang akrab. Selepasnya, saya, Bro Steven, dan Bro Probo memutuskan makan bersama di rumah makan milik Bro Rizal. Sedangkan rekan-rekan tim yang lain melanjutkan pesta durian dengan 20 buah durian kedua. Saat itu ada sekitar 40 buah durian yang kami santap habis.

Terima kasih banyak untuk Bro Rizal dan keluarga atas sambutan hangatnya. Bro Rizal sendiri akhirnya memutuskan bergabung bersama tim untuk kembali ke Kota Medan. Namun, di rumahnya pula, tim harus melepas salah seorang rekan—Bro Ewin—yang harus menuju ke Kota Subulussalam, Provinsi Aceh, seorang diri. Bro Ewin sehari-harinya bekerja di lingkungan istansi Pemerintahan Kota Subulussalam. Menurutnya, perjalanan menuju kota Subulussalam dari Kota Sidikalang memakan waktu sekitar dua jam dengan rute yang melalui hutan di kedua sisi jalan. Saya pribadi ingin mengucapkan terima kasih untuk Bro Ewin yang juga pernah merasakan suka-duka bersama saya saat kami melakukan Touring Bedah Provinsi Aceh, tanggal 22-25 April 2011 lalu. Suatu kebanggan dan kehormatan tersendiri bagi saya bisa merasakan ganasnya lintasan bersama Bro Ewin yang juga merupakan ketua KMC Binjai. Semoga selalu sukses, Brother! Aamiin!

Tim berpesta durian
Tim berpesta durian di rumah Bro Rizal


Hari mulai gelap saat tim melanjutkan perjalanan menuju Kota Medan. Sebelumnya dalam briefing di rumah Bro Rizal, disepakati bahwa perjalanan akan dilakukan dengan kecepatan maksimal 80 km/jam mengingat ada beberapa anggota tim yang penglihatannya kurang di malam hari, termasuk saya. Awalnya memang kompak dan berbaris rapi, namun mungkin akibat kelelahan, mengantuk, dan intervensi dari kendaraan lain, barisan tim pun bubar dan mulai melaju dengan kecepatan tinggi. Saya tertinggal jauh di belakang karena saya belum mengenal lintasan dan penglihatan saya kurang awas di malam hari. Kali ini, saya pribadi mengucapkan terima kasih untuk Bro Dodol yang telah menjadi pemandu saya dan menginstruksikan kepada rekan-rekan yang lain untuk memperlambat laju motornya. Saat semua tim berhenti dan kembali dikumpulkan, sempat terjadi insiden saat saya memarahi rekan-rekan saya yang berada di barisan depan. Namun saat itu juga masalah berhasil diselesaikan dengan tuntas.

Reaksi saya saat itu juga lebih diakibatkan pengaruh kelelahan, kedinginan, dan kantuk yang mulai menyerang. Perjalanan dilanjutkan, kali ini lebih solid dan kompak. Tim menyempatkan diri beristirahat di sebuah SPBU di Kecamatan Tiga Panah saat menuju ke Kota Berastagi. Awalnya terlihat sepertinya pemberhentian kali ini akan menjadi peristirahatan biasa seperti sebelum-sebelumnya, sampai akhirnya Sis Pia—anggota tim yang merupakan wanita satu-satunya—tiba-tiba jatuh pingsan.

Pingsannya Sis Pia sontak mengejutkan tim. Dengan sigap, rekan-rekan segera membopongnya ke musala SPBU untuk diberikan perawatan. Bro Dodol dan saya mendampinginya saat memberikan perawatan, sementara Bro Rere, Bro Tanta, dan Bro Kiki menyediakan segala kebutuhan untuk menyadarkan Sis Pia kembali. Jarum jam tangan saya menunjuk pukul 21.40 WIB. Sepertinya target tim untuk tiba kembali di Kota Medan saat tengah malam semakin meleset. Namun, hal ini bukan menjadi sebuah alasan untuk menyurutkan semangat tim yang beberapa diantaranya harus kembali menjalani rutinitas di kantor atau kampus esok paginya.

Selama Sis Pia pingsan, tim berdiskusi mengenai kemungkinan penyebab dia pingsan. Awalnya saya menduga ia terkena hipotermia yang diakibatkan oleh udara yang dingin dan kelelahan. Namun ternyata, ia sama sekali belum makan selama perjalanan pulang. Akhirnya, Bro Dodol memutuskan, dalam perjalanan, tim singgah di rumah makan untuk memberi kesempatan pada Sis Pia dan anggota tim mengisi perut. Saat makan itu juga nantinya akan menjadi peristirahatan terakhir tim sebelum melanjutkan perjalanan menuju Kota Medan. Semua anggota tim menyetujui rencana Bro Dodol. Setelah Sis Pia tersadar, tim melanjutkan perjalanan dan singgah di Kota Berastagi untuk makan.

Rumah Makan Garuda yang terletak di Kota Berastagi dipilih sebagai tempat makan tim. Kesempatan ini digunakan beberapa anggota tim untuk ikut makan bersama Sis Pia, sebagian lagi lebih memilih beristirahat dan/atau membeli burger untuk sekedar mengisi perut. Saya sendiri hanya membeli teh manis panas untuk mengusir dingin yang selama perjalanan selalu menyerang. Satu jam menjelang tengah malam saat tim singgah di Kota Berastagi. Saat beristirahat itu, Bro Steven meminta izin kepada saya dan Bro Dodol untuk pulang lebih awal karena esok pagi dia harus bekerja. Setelah berdiskusi dengan semua anggota tim, akhirnya Bro Steven diperbolehkan memisahkan diri dari kelompok dan pulang lebih awal, namun dia harus didampingi oleh Bro Dendek. Hal ini merupakan prinsip dasar dari apa yang dinamakan: Kebersamaan dalam tim, tak ada satupun anggota yang ditinggalkan atau dibiarkan sendirian.

Saat briefing terakhir di Kota Berastagi, Bro Probo juga meminta izin bergabung dengan Bro Steven dan Bro Dendek. Namun kali ini, Bro Dodol menolaknya. Hal ini juga merupakan prinsip dasar sebagai sebuah anggota ‘keluarga’ yang disebut tim: Semua dilakukan bersama-sama sebagai sebuah tim, tak boleh ada ego yang dominan. Pada akhirnya, diputuskan bahwa Bro Steven dan Bro Probo diperbolehkan pulang lebih dahulu, sedangkan Bro Dendek tetap bersama anggota tim yang lain. Saya pribadi menyetujui keputusan yang diambil koordinator tim.

Setelah melepas Bro Steven dan Bro Probo, tim juga bergegas melanjutkan perjalanan pulang dengan konvoi teratur. Sekitar satu setengah jam waktu yang diperlukan untuk menempuh perjalanan dari Kota Berastagi menuju ke Kota Medan malam itu. Setelah beristirahat dan mengisi perut di Kota Berastagi, tim jadi lebih fokus dalam berkonsentrasi, tak ada kendala berarti. Saya pribadi mengucapkan terima kasih untuk Bro Rere yang mendampingi saya dalam perjalanan dari Kota Berastagi karena masalah penglihatan saya yang berkurang di malam hari.

Senin, 16 Januari 2012

Pukul 01.30 WIB, Simpang Pos (jalan Jamin Ginting - ring road: Jalan A.H. Nasution - Ngumban Surbakti) di Kota Medan merupakan tempat pemberhentian terakhir tim untuk berpamitan dan memisahkan diri sebelum mengakhiri event Touring Ninjers Independen Keliling Danau Toba, 14-15 Januari 2012.


Beberapa kesimpulan yang saya ambil dalam pelaksanaan touring kali ini adalah:


  1. Anggapan bahwa semakin banyaknya peserta touring (anggota tim), maka semakin sulit untuk membuat solid/kompak berhasil dimentahkan dalam pelaksanaan touring kali ini. Semua anggota membaur dan melebur dalam hangatnya suasana kebersamaan dan solidaritas. Bagi saya pribadi, touring ini adalah pengalaman touring terbaik kedua saya setelah Touring Gabungan KANIMOCU MEDAN & KMC BINJAI Bedah Provinsi Aceh, 22-25 April 2011 lalu;
  2. Manfaat touring motor bukan hanya sebagai ajang pemuasan hobi dan ekspresifitas bikers, namun touring wisata juga bermanfaat untuk mengenal kebudayaan daerah setempat dan media refreshing untuk melepas penat. Touring juga bermanfaat sebagai ajang silaturahmi dan melatih kekompakan dan solidaritas antar sesama anggota tim. Pada akhirnya, para peserta bisa lebih mengenal karakter dan pribadi rekan-rekannya;
  3. Klub motor tidak identik dengan kerusuhan dan anarki yang sering dilakukan oleh geng motor. Hal ini juga berhasil dibuktikan oleh para peserta touring. Tim menjaga sikap selama perjalanan, membalas sambutan ramah dari masyarakat, dan menyambut ramah rekan-rekan baru yang tim jumpai dalam pelaksanaan touring kali ini. Kami sebagai pribadi maupun sebagai perwakilan klub motor tidak mentolerir keberadaan geng motor dimanapun berada.

Akhirnya, saya secara pribadi ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada rekan-rekan berikut sebagai sesama anggota tim yang turut berpartisipasi dalam pelaksanaan Touring Ninjers Independen Keliling Danau Toba, 14-15 Januari 2012:

  1. Sahabat-sahabat saya: Bro Rifai ’Dodol’, Bro Steven, Bro Probo, Bro Nalom, dan Bro Tanta dari Ninjers independen;
  2. Rekan-rekan perwakilan dari KMC Binjai: Bro Ewin, Bro Deden, Bro Dendek, Bro Rere, Bro Rocky + Bro Ariel, Bro Chandra ‘Bebest’, Bro Dika, Bro Kiki + Sis Pia;
  3. Rekan-rekan perwakilan dari NMC Medan: Bro Reza, Bro Adam, dan Bro Bagus + Bro Febri ‘Ebot’;
  4. Bro Rizal dan keluarga atas sambutan hangat dan pesta duriannya;
  5. Spesial untuk pasangan saya—Epi Friesta Dewi Hasibuan—yang membantu menyiapkan menu sarapan untuk tim saat keberangkatan, juga untuk bantuannya menjaga rumah saya tetap bersih dan rapi selama pelaksanaan touring kali ini;
  6. Seluruh rekan-rekan dari KMC Binjai, NMC Medan, dan KANIMOCU Medan;
  7. Semua pihak yang secara langsung maupun tak langsung ikut membantu kelancaran pelaksanaan Touring Ninjers Independen Keliling Danau Toba, 14-15 Januari 2012.

Saat perencanaan pra-touring, saya, Bro Dodol, Bro Steven, dan Bro Probo sering berkumpul dan bersama-sama membahas persiapan dan perencanaan touring kali ini. Target awal, untuk menghindari perjalanan malam yang rawan, kami sudah harus tiba kembali di Kota Medan paling lambat hari Minggu, 15 Januari 2012 pukul 20.00 WIB. Ternyata berbagai insiden dan kendala membuat perencanaan yang kami susun jauh dari tepat. Oleh karena itu, saya pribadi mewakili rekan-rekan saya di atas sebagai penyelenggara dan penanggungjawab memohon maaf yang sebesar-besarnya kepada rekan-rekan tim yang lain dan semua pihak yang merasa dirugikan, langsung maupun tidak langsung.

Pada akhirnya, jawaban pertanyaan di awal tulisan tentang kesan selama pelaksanaan Touring Ninjers Independen Keliling Danau Toba, 14-15 Januari 2012 adalah: PAYAH DIBILANG!


Catatan: Blog ini juga saya persembahkan secara khusus untuk Bro Aan dari KMC Binjai yang terpaksa tidak bisa mengikuti pelaksanaan Touring Ninjers Independen Keliling Danau Toba, 14-15 Januari 2012 lalu karena masih dalam tahap penyembuhan pascakecelakaan lalu lintas yang dialaminya saat melakukan Touring Bedah Provinsi Aceh jilid IIGAK ADA LU GAK RAME, Saudaraku!



Jika Anda memiliki akun di Facebook, album kumpulan foto pelaksanaan Touring Ninjers Independen Keliling Danau Toba, 14-15 Januari 2012 bisa dilihat melalui tautan berikut:





Salam Gas Pol,




Komentar

  1. Nalom: Super sekali ... lengkap semua dari awal ampe akhir, penulis biasa buat laporan keuangan kek gini nih tulisannya hehehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha... feeling aq bakalan buat laporan kegiatan/keuangan untuk NOC Regional Medan nih :p

      Hapus
  2. Payah bilang lah kek gini wakakakaka
    Salam trengg teenggg

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha...!!!
      Semoga bisa ngaspal bareng lagi di tempat jauh.

      Hapus
  3. Wuiihhh...
    Seru banget yaa...
    Mantap!!!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Seru & gak terlupakan.
      Makasih udah mampir ke blog saya.

      Hapus
  4. top banget.... KNI jaya KNI selalu di hati. semoga selalu solid dan royal

    BalasHapus

Posting Komentar

Setiap bentuk penyalinan (copying) blog ini harus menyertakan link/URL asli dari Blog CECEN CORE.

Postingan populer dari blog ini

Cerita Liburan Long Weekend di Kota Bandung Bersama Keluarga

Seandainya Dahulu Saya ... (Sebuah Penyesalan)

Ada Cerita Dibalik Secangkir Kopi Lintong dan Bolu Labu di Omerta Koffie